NUNUKAN, KOMPAS.com – Kenaikan harga liquefied petroleum gas (elpiji) 12 kilogram produk Pertamina, belum terjadi di Dataran Tinggi Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
Wilayah yang berbatasan langsung dengan Malaysia ini, memang masih memiliki ketergantungan dengan Negeri Jiran dalam pemenuhan barang barang dan kebutuhan pokok, hingga hari ini.
Camat Krayan Induk, Heberly mengatakan, sejauh ini elpiji 12 kilogram milik Pertamina masih dijual dengan harga Rp 250.000 per tabung, harga tersebut merupakan harga standar di wilayah ini.
"Kenaikan harga apa pun, termasuk elpiji, itu tidak pernah jadi masalah bagi kami di perbatasan RI. Kami sudah sangat terbiasa hidup susah, yang penting barangnya ada," ujarnya, dihubungi, Senin (1/3/2022).
Baca juga: Curhat Dokter di Pegunungan Krayan Kalimantan, Minim Fasilitas dan Sulitnya Akses Jalan
Ketersediaan elpiji di Krayan memang selalu menjadi persoalan sebelum Pertamina akhirnya secara perdana memutuskan untuk mendistribusikannya ke daerah yang hanya bisa ditempuh dengan transportasi udara ini pada 9 Maret 2021.
Pengiriman ke Krayan juga melalui proses cukup panjang. Dimulai dari mendatangkan tabung elpiji 12 kilogram dari depot di Balikpapan menggunakan kapal.
Butuh waktu lima hari, untuk sampai di Kota Tarakan. Tabung gas lalu dibawa ke bandara untuk diangkut menggunakan pesawat dengan kapasitas 45 tabung dalam satu kali penerbangan.
Sesampainya di Krayan, tabung elpiji dikirim ke pangkalan CV Prima Energi yang berlokasi di Kecamatan Krayan Induk.
Lalu dialokasikan ke lima kecamatan yang ada di Dataran Tinggi Krayan.
Baca juga: Demi Ikut ANBK, Murid SD di Pelosok Krayan Kaltara Jalan Kaki 7 Jam Tembus Hutan Berlintah
Elpiji 12 kilogram dari Pertamina akan dijual plus tabung dengan harga Rp 600.000 dan Rp 190.000 untuk isi ulang.
Harga ini dipercaya akan menekan peredaran produk serupa dari Malaysia.
"Krayan sampai hari ini belum ada info kenaikan harga, kita masih jual normal di Rp 250.000. Harga itu adalah harga untuk membawa elpiji ke masing-masing kecamatan, kita tahu kondisi jalan Krayan tidak baik dan biaya transportasi tidaklah murah," katanya lagi.
Heberly mengeklaim, saat ini ketersediaan elpiji di Krayan masih dikatakan mencukupi.
Pesawat milik Pertamina masih rutin mengirim dua kali dalam sepekan, sehingga meski selama pandemi Covid-19 tidak ada tabung gas Malaysia masuk, kuota yang ada sudah terbilang cukup.
Heberly lagi-lagi menegaskan, kenaikan elpiji Pertamina saat ini sama sekali bukan perkara yang dikeluhkan warga perbatasan.
Saking seringnya mereka membeli barang-barang di atas harga wajar, kenaikan harga yang terjadi seakan bukan masalah serius bagi mereka.
Hal ini wajar, karena sejak Malaysia lockdown, masyarakat Krayan bahkan sering membeli tabung gas dari Malaysia dengan harga Rp 1,5 juta.
Baca juga: Pesawat Pengangkut BBM untuk Mesin PLTD Tergelincir di Bandara Krayan Kaltara
Harga asal sebenarnya berkisar Rp 800.000. Harga tinggi tersebut dikarenakan warga harus membayar upah buruh gendong, sekitar Rp 700.000.
Harga tersebut cukup wajar, mengingat buruh gendong akan mengambil tabung gas kosong untuk dibawa ke perbatasan RI–Malaysia di Long Mekang.
Di sana, mereka akan menunggu kapal kecil di pinggir sungai dengan luas sekitar 30 meter yang merupakan wilayah Malaysia.
Kapal jenis ketinting akan datang dengan tabung gas siap pakai, lalu menukar tabung kosong yang dibawa buruh gendong.
Dari pinggir sungai di Long Mekang yang masih wilayah Malaysia, buruh gendong akan menggendong tabung gas dengan bekang (sejenis alat gendong suku Dayak Lundayeh).
Tabung itu diikatkan di punggung dan buruh itu mendaki gunung tinggi, sekitar dua jam lamanya.
Baca juga: Jalan ke Krayan Segera Dibangun, Selama Ini Sulit Diakses lewat Darat
Sesampai di puncak, tugas buruh belum selesai. Mereka menggendongnya kembali menuju jalan tani untuk sampai di jalan utama perbatasan.
Dari jalan perbatasan RI–Malaysia inilah, buruh akan membawanya dengan sepeda motor.
Mereka masih harus menempuh jarak sekitar 6 kilometer lagi untuk menyelesaikan tugasnya menuju desa terdekat di Desa Lembudud Krayan.
"Yang masyarakat harap adalah kelancaran distribusi dan efisiensi harga. Kalau masalah harga naik, kita sudah sering membeli jauh lebih mahal dari harga yang wajar," tegasnya.
Warga masyarakat Krayan selalu berharap program Jembatan Udara (Jembara) yang menjadi solusi dan alternative pemerintah dalam mengatasi ketersediaan barang kebutuhan bisa ditambah volumenya.
Hanya Jembara yang bisa setidaknya mengurangi kesulitan masyarakat atas tingginya harga dan sedikitnya meminimalisasi ketergantungan Krayan dengan barang dari Malaysia.
Ia mencontohkan, harga gula pasir yang selama ini dibeli dengan harga Rp 33.000, bisa didapat dengan harga Rp 25.000 yang non subsidi, atau bahkan Rp 18.000 untuk yang subsidi.
Baca juga: Di Krayan Nunukan, Harga BBM Tembus Rp 35.000 Per Liter, Harga Gula Rp 40.000 Per Kilo
Demikian juga dengan harga material bangunan, jika harga semen Indonesia dibeli dengan harga Rp 1,5 juta per sak, warga Krayan bisa membeli semen dari Malaysia dengan harga Rp 285.000 sampai Rp 325.000 per sak.
"Program pengiriman barang barang kebutuhan dari Malaysia cukup membantu. Sayangnya tahun 2022, belum ada pengiriman lagi. Kalau tahun 2021, ada empat kali pengiriman dalam setahun," kata Heberly.
Solusi lain untuk mengatasi kesenjangan harga barang kebutuhan di Krayan, adalah dibukanya jalan darat Krayan – Malinau.
Sayangnya jalanan tersebut belum bisa difungsikan, padahal keberadaannya menjadi salah satu mimpi terbesar masyarakat Krayan untuk lepas dari keterisolasian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.