PASAMAN, KOMPAS.com - Rasa trauma belum hilang dari benak Aprizal (46), pascagempa bumi yang merobohkan rumahnya di kampung Slemen, Nagari Malampah, Kecamatan Tigo Nagari, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).
Bagaimana tidak, seluruh bangunan rumahnya roboh hingga rata dengan tanah. Tak satupun harta benda di dalam rumah yang bisa diselamatkan.
Saat berbincang dengan Kompas.com, Senin (28/2/2022) malam, raut wajah Aprizal tampak begitu sedih.
"Hancur semua rumah saya," ucap Aprizal sambil menatap rumahnya yang hancur.
Aprizal pulang ke rumah untuk mandi. Sementara istri dan empat orang anaknya berada di tenda pengungsian yang berjarak sekitar seratus meter dari rumahnya.
Di tenda darurat terbuat dari terpal plastik itu, ia mengungsi bersama saudaranya yang lain.
"Kami sengaja berkumpul sama-sama di tenda itu biar tak stres. Kalau ramai kan masih bisa cerita dan tertawa. Tapi kalau sendiri, saya berpikir terus bagaimana caranya lagi membangun rumah ini," ujar Aprizal.
Aprizal menceritakan, Jumat (25/2/2022) pagi sekitar pukul 7.00 WIB, ia sudah pergi bekerja ke kebun jagung miliknya.
Di rumah hanya ada istrinya Sarinah (39), dan dua orang anaknya. Satu anaknya yang duduk di bangku sekolah SMP sudah berangkat sekolah, sedangkan satu lagi tidur di rumah temannya.
Lalu, sekitar pukul 8.30 WIB, gempa bumi datang mengguncang. Aprizal masih tetap di kebun, karena gempa sudah berhenti.
Namun sekitar empat menit kemudian, gempa susulan kembali mengguncang kampung halamannya. Guncangan gempa kedua ini lebih kuat dibanding yang pertama.
"Saya merasakan bumi berguncang sangat kuat. Setelah gempa berhenti, saya langsung pulang," ujar Aprizal.
Setibanya di depan rumah, sebut dia, istrinya ditemukan sudah berlumuran darah. Sedangkan dua anaknya menangis histeris di bawah pohon jambu madu yang ada di depan rumahnya.
Aprizal mengaku badannya lemas melihat istrinya. Darah terus mengalir dari kepala sang istri.
"Waktu gempa itu istri saya di dalam rumah. Anak saya yang dua orang mandi di belakang rumah. Jadi, istri saya ini ditimpa bangunan yang roboh mengenai kepalanya. Istri saya ini rupanya juga sempat terjebak di dalam rumah karena terhimpit dinding yang roboh, kemudian dibantu warga mengeluarkannya," sebut Aprizal.
Tak berselang lama usai gempa, sebut dia, terjadi longsor di Gunung Pasaman.
Aprizal mengatakan, pada saat longsor terjadi, suara gemuruh sangat kuat dan mengerikan.
"Seperti bunyi pesawat terbang rendah, begitulah kuat bunyi longsor. Tanah longsor bercampur batu dan kayu bergerak hingga menimbun lahan perkebunan. Saya kira sudah kiamat, karena kampung ini bergetar sangat kuat. Tak pernah terjadi sebelumnya," sebut Aprizal.
Ia kemudian melarikan istri dan anak-anak ke tempat yang aman. Mereka mendirikan tenda darurat menggunakan terpal yang biasa digunakan untuk berkegiatan di kebun.
Sementara itu, Aprizal menyebut istrinya mengalami luka di kepala dengan 12 jahitan. Pengobatan istrinya dilakukan tim medis yang datang ke tenda pengungsian.
Aprizal mengaku bahwa dirinya trauma atas musibah yang menimpanya. Begitu juga istrinya, tak sanggup terlalu lama melihat rumahnya hancur.
"Badan saya terasa bergoyang memikirkan rumah hancur seperti ini. Tapi mau gimana lagi sudah musibah. Ini semua kehendak Allah yang maha kuasa," ucap Aprizal lirih.
Aprizal mengaku menghabiskan waktu tiga tahun membangun rumahnya itu. Pontang panting mencari uang untuk membeli bahan bangunan.
Bahkan, upah tukang bangunan rumahnya sebesar Rp 5 juta masih belum bisa bayar.
"Rumah ini kami bangun selama tiga tahun. Baru tahun ini selesai. Tapi sekejap mata hancur semua karena gempa. Belum terpikirkan kapan lah bisa buat rumah lagi. Sementara hasil kebun jagung tak bisa dipastikan," kata Aprizal seorang petani ini.
Tiga hari pasca rumahnya hancur akibat gempa bumi, Aprizal belum mempedulikan barang-barang di dalam rumahnya.
"Di rumah cuma ada televisi, lemari pakaian, dan peralatan dapur. Semuanya sudah tertimbun. Belum ada saya cek ke dalam, karena masih trauma," kata Aprizal.
Kendati demikian, Aprizal tetap bersyukur nyawa keluarganya masih selamat.
Baca juga: 3 Kabupaten di Sumbar Terdampak Gempa Pasaman Barat, Sejumlah Rumah Rusak hingga Warga Luka
Seperti diketahui, bencana gempa bumi mengguncang wilayah Kabupaten Pasaman dan Pasaman Barat, Sumbar, Jumat (25/2/2022).
Gempa pertama terjadi pukul 8.30 WIB, dengan kekuatan M 5,2. Lalu, gempa kedua terjadi pukul 8.39 WIB dengan kekuatan M 6,1.
Akibat gempa bumi ini, ribuan rumah rusak, dan ribuan warga mengungsi. Gempa bumi itu memicu longsornya Gunung Pasaman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.