Jhoni mengatakan, gempa telah merobohkan rumahnya. Tak ada harta benda yang bisa diselamatkan. Rumah milik mertuanya itu, kata Jhoni, tak bisa lagi ditempati.
"Rumah habis semuanya," sebut Jhoni.
Namun demikian, dirinya saat ini sangat membutuhkan susu buat bayinya yang bernama Radhika Akram Pausta.
Siam (31), salah satu pengungsi korban gempa Pasaman sempat menceritakan detik-detik terjadinya gempa.
Saat itu Siam berada di rumah seorang diri. Keluarganya pergi ke desa sebelah untuk doa bersama.
"Saya waktu itu sendiri di rumah. Istri dan anak-anak pergi ke rumah saudara di Nagari (Desa) sebelah, karena ada acara doa sehari sebelum gempa terjadi," ujar Siam.
Lalu tiba-tiba tanah yang dipijaknya bergoyang. Begitu juga dengan dinding rumahnya. Siam pun berlari keluar rumah dengan rasa takut.
Saat itu warga lainnya juga sudah berada di tanah lapang. Siam pun terpukul saat melihat rumahnya sudah rata dengan tanah.
Baca juga: Pascagempa, Pemkab Pasaman Tetapkan Status Tanggap Darurat Bencana Selama 14 Hari
"Rumah saya hancur semua. Saya sama warga berkumpul di tempat yang lapang," kata Siam.
Setelah itu, pada malam hari, dia bersama warga lainnya memilih untuk tetap bertahan di luar.
Beberapa kali dia masih merasakan gempa susulan. Warga pun panik dan ketakutan. Namun, kepanikan warga bertambah saat mendengar suara gemuruh dari arah Gunung Pasaman.
"Yang lebih menakutkan itu waktu longsor Gunung Pasaman. Longsor terjadi sekitar jam empat subuh. Waktu itu memang turun hujan di kampung, tapi tak begitu deras," kata Siam.
Saat itu, kata Siam, dia dan warga lainnya berlari ke atas bukit untuk menyelamatkan diri.
"Saya dan warga lainnya lari ke atas bukit sekencang-kencangnya karena takut. Ada sekitar seratus orang kami yang lari ke bukit dalam kondisi gelap, karena masih jam empat subuh. Listrik padam waktu itu," cerita Siam.