Menurut Muspani, hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, di mana UU ini mengatur bahwa pejabat pemerintah dilindungi karena diberikan wewenang untuk membuat keputusan dan dijamin untuk kepastian hukum.
"Termasuk polisi harus tunduk pada UU ini, karena polisi juga pejabat dalam tata usaha negara. Maka ketika penyidik menilai sebuah SK, maka dalam hal ini terjadi sengketa wewenang atau dalam kata lain sudah melampaui wewenang dalam menilai SK," kata dia.
Muspani mengatakan, UU tersebut justru mengarahkan apabila terjadi sengketa kewenangan, maka jalurnya adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Selanjutnya, Muspani menyebutkan, dalam lampiran SK poin 37 disebutkan bahwa perusahaan tidak bisa melakukan penambangan sebelum mendapatkan izin pinjam pakai kawasan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Artinya, izin final PT BMQ melakukan penambangan adalah izin yang dikeluarkan Menteri Kehutanan, SK 6528 Tahun 2017. Nah, SK yang dikeluarkan klien kami itu pelengkap, dia menjadi bagian yang dievaluasi dalam perizinan ini. Pertanyaannya, di mana kerugian negara akibat SK yang dikeluarkan klien kami?" kata dia.
Menurut Muspani, apabila penyidik ingin melakukan pengusutan, maka harus menguji semua item konsesi dan perizinan yang dimiliki PT BMQ ke pengadilan.
"Andai itu dilakukan penyidik, di PTUN, dan menang belum tentu ada korupsi dalam hal ini, karena semua konsesi itu diatur oleh banyak UU lex specialis, UU Lingkungan Hidup, Kehutanan, ESDM, UU Otonomi daerah," kata dia.
Berdasarkan pertimbangan itu, Muspani meminta agar Polda menghentikan penyidikan.
"Maka sudah seharusnya penyidik menghentikan penyidikan," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.