Menurutnya, pergerakan massa udara naik atau updraft yang cukup kuat dapat membawa uap air naik hingga mencapai ketinggian dimana suhu udara menjadi sangat dingin hingga uap air membeku menjadi partikel es.
"Partikel es dan partikel air super dingin akan bercampur dan teraduk-aduk akibat proses updraft dan downdraft hingga membentuk butiran es yang semakin membesar," ucapnya
Saat butiran es sudah terlalu besar, kata dia maka pergerakan massa udara naik tersebut tidak akan mampu lagi mengangkatnya sehingga butiran es akan jatuh ke permukaan bumi menjadi hail atau hujan es.
"Strong updraft di suatu daerah dapat terbentuk akibat adanya pemanasan matahari yang intens, pemanasannya sangat optimal atau kuat, antara pagi hingga siang hari, serta dapat dipengaruhi oleh topografi suatu daerah," tuturnya.
Baca juga: Penjelasan BMKG soal Fenomena Hujan Es di Nganjuk
Ia menambahkan sifat fenomena hujan es sangat lokal dengan luasan sekitar 5-10 kilometer dan durasi waktu singkat sekitar kurang dari 10 menit.
Selain itu, lebih sering terjadi antara siang dan sore pada peralihan musim dan dapat dimungkinkan terjadi pada musim hujan dengan kondisi cuaca sama seperti masa transisi atau pancaroba.
"Fenomena hujan es tidak bisa diprediksi secara spesifik, hanya bisa diprediksi 0.5-1 jam sebelum kejadian jika melihat atau merasakan tanda-tandanya dengan tingkat keakuratan kurang dari 50 persen. Hanya berasal dari awan Cumulonimbus, tetapi tidak semua awan CB menimbulkan hujan es atau hail," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.