Sementara serdadu Belanda bergerak dipimpin oleh Kohler dengan kekuatan 3000 pasukan.
Perang periode pertama ini dimenangkan rakyat Aceh, dengan tewasnya Kohler pada 14 April 1872.
Periode kedua Perang Aceh terjadi pada tahun 1874 sampai 1880. Rakyat Belanda dalam periode kedua ini dipimpin oleh Tuanku Muhammad Dawood.
Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Jan van Swieten berhasil menguasai Istana Sultan Aceh pada 26 Januari 1874.
Perang Aceh periode pertama dan kedua ini tergolong perang total, dengan kekuasaan politik Aceh masih utuh meski pusat pemerintahannya berpindah-pindah.
Sementara Perang Aceh periode ketiga terjadi pada 1881-1896. Dalam periode ini, rakyat Aceh melancarkan strategi perang gerilya di bawah pimpinan Teuku Umar.
Pada periode ketiga ini muncul sejumlah tokoh Perang Aceh seperti Teuku Umar, Cut Nyak Dhien, Teungku Cik di Tiro, Cut Meutia, dan seterusnya.
Adapun periode Perang Aceh keempat terjadi pada 1896 sampai 1910. Periode keempat ini berlangsung secara sporadis, tanpa adanya komando dari pusat pemerintahan Aceh.
Baca juga: Perang Aceh: Penyebab, Tokoh, Jalannya Pertempuran, dan Akhir
Untuk memenangkan Perang Aceh, Belanda menggunakan siasat berupa penyamaran Snouck Hurgronje ke pedalaman Aceh.
Tujuan penyamaran ini adalah untuk mengetahui titik lemah perjuangan rakyat Aceh.
Selama dua tahun menyamar, Snouck Hurgronje akhirnya bisa memberikan sejumlah usul kepada Kerajaan Belanda untuk dapat mengalahkan Aceh.
Usulan itu salah satunya dengan merebut hati rakyat Aceh. Menurut Hurgronje, Belanda harus menunjukkan niat baik kepada rakyat Aceh dengan pembangunan sarana prasarana seperti masjid, surau, jalan, dan sebagainya.
Siasat Snouck Hurgronje itu diterima dan dijalankan oleh Belanda. Alhasil lambat laun Belanda dapat melemahkan kekuatan perlawanan Aceh.
Perang Aceh diakhiri dengan surat perjanjian tanda menyerah atau Traktat Pendek.
Pada tahun 1903, Sultan Alauddin Muhammad Daud Syah dan Panglima Polem menyerah setelah mengalami tekanan luar biasa.
Dalam perjanjian penyerahan diri itu, seluruh wilayah Aceh dikuasai Hindia Belanda dan Kesultanan Aceh dibubarkan.
Meski demikian, pada kenyataannya Belanda tidak sepenuhnya menguasai Aceh. Selain itu, perlawanan demi perlawanan terus dilakukan oleh rakyat Aceh.
Sumber:
Kompas.com
Unej.ac.id