PEKANBARU, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana perbankan Dr Jonker Sihombing menilai, lima terdakwa kasus penipuan investasi bodong dengan kerugian Rp 84,9 miliar yang dilakukan PT Fikasa Group di Kota Pekanbaru, Riau, harus dihukum berat.
Pasalnya, dalam kasus ini banyak nasabah yang menjadi korban.
"Para pelaku harus dijerat dengan Undang-Undang Perbankan dengan ancaman penjara 15 tahun dan denda minimal Rp 5 miliar dan maksimal Rp 200 miliar. Fikasa Group ini jelas menghimpun dana dari masyarakat," kata Jonker kepada wartawan di Pekanbaru, Rabu (26/1/2022).
Baca juga: Kasus Investasi Bodong Rp 84,9 Miliar di Pekanbaru, Ini Pendapat Ahli
Jonker menjadi saksi ahli dalam sidang kasus investasi bodong dengan lima terdakwa Agung Salim, Bakti Salim, Cristian Salim, Elly Salim dan Maryani bos Fikasa Group, di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Ia mengatakan bahwa produk Fikasa Group ini tidak memenuhi KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang).
Dalam perkara ini perusahaan tetap mencoba menghimpun dana masyarakat, tapi juga diketahui perusahaan tidak memenuhi Pasal 16 UU No.10/1998 tentang Perbankan.
Di mana setiap penghimpunan dana masyarakat wajib mendapatkan izin Bank Indonesia (BI), kecuali yang memiliki Undang-Undang tersendiri seperti UU Dana Pensiun, UU Asuransi, dan UU Pos dan Giro.
"Dari barang bukti yang ditunjukkan ke saya dalam persidangan, mulai dari surat perjanjian dan warkatnya ada dua barang bukti, redaksional surat perjanjian dan warkat ini seperti ijazah atau sertifikat deposito perbankan, sehingga tidak memenuhi pasal 174 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)," kata Jonker yang juga dosen tetap di Universitas Padjadjaran Bandung ini.
Apa yang dilakukan oleh PT Fikasa Group dengan menghimpun dana dari masyarakat, saat ini adalah mencoba mengakali para nasabah dengan produk promissory note. dan medium term note.
Di mana para terdakwa mencoba berlindung di KUHD, tapi kenyataannya mereka melakukan penghimpunan dana dari warga seperti diatur dengan Undang-Undang Perbankan.
Untuk itu, para terdakwa harus dikenakan lex specialis di luar KHUP Pidana, yakni Undang-Undang perbankan dan harus dijerat dengan hukuman maksimal.
Baca juga: Kasus Investasi Bodong di Lamongan, Polisi Pastikan Ada Tersangka Baru
"Saya juga pernah dimintai keterangan sebagai saksi ahli dengan korban yang lain dengan locus delicti (tempat berbeda) dengan pelaku yang sama. Jadi mereka (terdakwa) harus dihukum berat. Jangan dikenakan Pasal 372 dan 378 KHUP tentang penipuan dan penggelapan ini terlalu ringan. Jika dikenakan Pasal 372 dan 378 nanti mereka dan keturunannya yang mungkin terkontaminasi akan melakukan hal yang sama. Nanti kalau dihukum ringan, mereka bisa berpikir dengan melakukan penghimpunan dana lagi karena mencari uang gampang. Jadi harus diberi hukuman terberat," imbuh Jonker.
Jonker menilai bahwa para terdakwa menyasar orang awam dan juga masyarakat yang literasi keuangannya masih rendah. Dimana mereka bisa menghimpun dana triliunan rupiah.
Kasus penipuan investasi bodong PT Fikasa Group sampai saat ini masih bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.
Di Pekanbaru, korbannya ada 10 orang dengan kerugian Rp 84,9 miliar.
Untuk menjalankan aksinya mereka menggunakan beberapa anak perusahaan yakni PT Tiara Global dan PT Wahana Bersama Nusantara yang bergerak di bidang properti, air minum, dan perhotelan untuk menarik simpatik nasabah.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.