YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah buruh di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggelar unjuk rasa penolakan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) yang telah ditetapkan.
UMP DIY 2022 sebesar Rp 1.840.000 dianggap demonstran jauh dari survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Irsad Ade Irawan mengatakan, untuk hidup layak di DIY dibutuhkan penghasilan bulanan sebesar Rp 3 juta.
"Hal ini perlu kami tolak karena upah minimum dari yang sudah ditetapkan tidak bisa untuk mencukupi KHL. Jadi percuma saja ada kenaikan UMP tapi naiknya itu tidak bisa untuk mencukupi KHL," kata Irsad saat ditemui di Titik Nol Kilometer, Kota Yogyakarta, Rabu (24/11/2021).
Baca juga: Sultan HB X Umumkan UMP 2022 DIY Naik 4,30 Persen Jadi Rp 1.840.951,53
Selama ini, kata Irsyad, para buruh di DIY hidup dengan gali lubang tutup lubang.
Gubernur DIY seharusnya sadar dengan persoalan itu dan segera merevisi UMP 2022 yang sudah ditentukan.
"Dia (Gubernur DIY) harus merivisi dan memberikan bantuan lain seperti dana koperasi, perumahan, dan subsidi pendidikan, transportasi," katanya.
Dia menambahkan UMP di DIY dari tahun ke tahun masih menjadi yang terendah di Indonesia, sehingga perlu kenaikan yang signifikan untuk mencapai KHL.
Baca juga: Buruh di Makassar Paksa Masuk Ruang Rapat UMK, Tolak Upah Murah
Kenaikan besaran upah sesuai KHL juga dapat membantu buruh di masa pandemi Covid-19.
"Yang lainnya tentu agar Yogyakarta benar-benar istimewa buruh, rakyat dan UMP bukan sekedar bangun infrastruktur dan tidak membawa kemakmuran untuk rakyat Yogyakarta," sebutnya.
Sejumlah buruh ini turut membawa manekin yang digantung sebagai simbol jeleknya pemerintah dalam membuat kebijakan.
"Boneka digantung maknanya bahwa ternyata presiden jokowi dalam membuat kebijakan pengupahan selalu jelek dari tahun ke tahun," kata Irsad.
Baca juga: Rapat Penentuan UMK di Makassar Diwarnai Kericuhan, Buruh Memaksa Masuk
Irsad mencontohkan beberapa kebijakan yang tidak sesuai dengan harapan buruh seperti pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015 dan PP nomor 36 tahun 2021.
Kedua aturan itu disebut yang dinilai tidak memihak buruh.
"Misalnya dulu tahun 2015 ada PP 78 itu sudah kami tolak ternyata itu masih mending masih bisa naik sampai 7 persen. Dengan PP 36 ini (UMP) cuma naik 3 sampai 4 persen," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X (HB X) mengumumkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 naik sebesar 4,30 persen.
Besaran kenaikan ini diputuskan setelah mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, rata-rata konsumsi per kapita, banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja, dan banyaknya anggota rumah tangga.
Baca juga: Gunungkidul UMK Terendah Se-DIY, Separuh Pengusaha Kesulitan Bayar Upah
Pertimbangan itu didasari Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah Nomor 36 tentang Pengupahan, dan Surat Menteri Ketenagakerjaan tentang Penyampaian Data Perekonomian dan Ketenagakerjaan dalam Penetapan Upah Minimum tahun 2022.
"UMP 2022 DIY ditentukan naik menjadi Rp 1.840.951,53. Naik sebesar Rp 75.915,53 atau naik sebesar 4,30 persen dibanding UMP 2021," kata Sultan saat ditemui di Kantor Gubernur DIY, Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Jumat (19/11/2021).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.