KOMPAS.com- Kericuhan mewarnai rapat penentuan Upah Minimum Kota (UMK) Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (23/11/2021).
Sejumlah buruh yang semula berdemonstrasi di depan Kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Makassar, lokasi rapat penentuan UMK, memaksa masuk ke ruang Dewan Pengupahan.
Mereka ingin dilibatkan dalam rapat penentuan UMK yang berlangsung secara tertutup.
Dalam rapat itu ada Kepala Dinas Tenaga Kerja Makassar, Nielma Palamba, perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Makassar, perwakilan asosiasi buruh, dan pemangku kepentingan lainnya.
Baca juga: UMP Sulsel 2022 Ditetapkan Sebesar Rp 3.165.876
Sebelum memaksa masuk ke ruang rapat itu, sejumlah buruh sudah berdemonstrasi di depan Disnaker Makassar sejak 10.30 Wita.
Mereka menolak penetapan upah berdasarkan formula Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 Tahun 2021 dan meminta dicabutnya Undang-undang (UU) No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
Jendral Lapangan, Taufik, mengatakan UU Omnibus Law atau UU Cipta Kerja yang telah disahkan pada 5 Oktober 2020 merupakan bentuk penjajahan modern.
Setahun sejak ditetapkan, UU ini sangat merugikan rakyat terutama kaum buruh.
"Penetapan upah minimum yang menggunakan formula PP 36 di nilai tidak memiliki landasan hukum karena UU Cipta Kerja saat ini sedang digugat di Mahkamah Konstitusi," tegasnya.
Baca juga: ART di Makassar Diduga Dianiaya Majikan, Korban: Paling Sering Tangan Dipukul dan Dikata-katai
Mereka juga merasa miris dengan rata-rata kenaikan upah minimum tahun ini yang hanya berkisar 1,09 persen.
UMP yang ditetapkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan dianggap terlalu kecil dan tidak cukup untuk kebutuhan hidup layak.
Bahkan hanya memberikan proteksi kepada pengusaha ketimbang pekerja.