Richard menjelaskan keterangan itu berdasarkan dua hal yakni putusan pengadilan perdata yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap sampai di kasasi.
"Selain itu juga berdasar keterangan suaminya. Pada tahun 1967 tanah dan bangunan sudah ada. Sehingga keterangan sudah didirikan itu berdasar keterangan suaminya. Tan Jefri sebagai pelapor sebenarnya tidak menyaksikan langsung, mengalami langsung sidang pidana saat Kwe Foah Lan memberi keterangan yang dianggap palsu," ungkapnya.
Baca juga: Kasus Penjual Jamu Tewas di Ranjang, Suami Belum Bisa Dimintai Keterangan
Richard mengungkapkan terkait akta hadiah sebenarnya adalah milik dari suami kliennya sendiri yang masih diuji di tingkat peninjauan kembali.
"Perlu dipahami akta hadiah ini bukan milik Jefri. Upaya hukum peninjauan kembali akta hadiah ini ditolak oleh MA. Pada saat dilaporkan ke Polrestabes Semarang sebenarnya akta hadiah ini dasar kepemilikannya masih proses diuji. Karena sudah inkrah harusnya menunggu dulu. Untuk mengklaim tanah dan bangunan sudah tidak berhak lagi," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa seharusnya penyidikan kasus tersebut sudah dihentikan.
"Kami pernah mengajukan gelar perkara khusus ke Bareskrim menyatakan laporan itu tidak didukung bukti yang cukup. Seharusnya sudah harus dihentikan tetapi tidak. Sehingga sudah merugikan Kwe Foah Lan karena dipanggil sebagai tersangka. Maka kita ajukan proses pra peradilan karena tidak masuk pada materi. Tapi kami kalah jadi perkara terus berlanjut," ungkapnya.
Untuk itu, pihaknya akan tetap mengikuti prosedur hukum yang berlaku.
"Kami berharap agar kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri jangan sampai menyatakan berkas ini lengkap karena tidak ada dasar hukum untuk melanjutkan kasus ini ke pengadilan," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.