Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Madura dan Perjalanannya Bergabung Kembali ke Pangkuan NKRI

Kompas.com - 14/09/2021, 06:00 WIB
Taufiqurrahman,
Pythag Kurniati

Tim Redaksi

PAMEKASAN, KOMPAS.com - Madura pernah menjadi sebuah negara meskipun dalam waktu yang sangat singkat.

Tanggal 20 Februari 1948, Gubernur Jenderal Hindia-Belanda Hubertus Johannes Van Mook mengakui keberadaan negara Madura setelah wilayah tersebut menggelar pemungutan suara atau pemilihan umum.

Baca juga: Tanean Lanjhang, Rumah Adat Madura, Simbol Kuatnya Kekerabatan dan Keharmonisan Cinta

Campur tangan Belanda

Dikutip dari buku Pamekasan Dalam Sejarah yang ditulis Kutwa Fath dan kawan-kawan, sebelum pemilihan umum dilaksanakan, tanggal 14 Januari 1948, pemerintah pendudukan Belanda di Madura mengadakan pertemuan dengan segelintir tokoh di seluruh Madura.

Pertemuan itu atas desakan Belanda dan anggota yang hadir juga sudah diatur oleh Belanda.

Tujuan pertemuan tersebut, untuk memutuskan status Madura setelah persetujuan Linggarjati pada 25 Maret 1947, di mana Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia yaitu Jawa, Sumatra dan Madura.

Dalam pertemuan itu disetujui, pelaksanaan Pemilu untuk menentukan nasib Madura.

Tanggal 23 Januari 1948, Pemilu dilaksanakan dengan penuh tekanan dari Belanda.

Ada 305.546 orang yang berhak ikut serta dalam pemilihan tersebut.

Namun yang memberikan hak pilihnya hanya 219.660 orang.

Dari jumlah tersebut, 199.510 orang setuju dengan Negara Madura dan 9.923 orang tidak setuju dengan negara Madura. Sedangkan yang tidak memberikan hak suara 10.230 orang.

Berdasarkan hasil Pemilu tersebut, R. A. A Cakraningrat ditunjuk sebagai Wali Negara.

Baca juga: Mengenal Reti Iyang, Kuburan Batu Megalitikum dengan Relief Ikan di Sumba Timur dan Kisah Umbu Mehanguru Mehataku

Menurut Kutwa Fath, Pemilu penentuan nasib Madura dibayang-bayangi dengan ancaman dari pihak Belanda.

Bahkan banyak warga yang ditahan dan kaum perempuan tidak memiliki hak suara.

Terbentuknya negara Madura itu, menuai penolakan dari tokoh-tokoh pro-republik.

Sebab, jauh sebelum Pemilu dilaksanakan, kaum pro-republik sudah merencanakan pemberontakan terhadap Belanda.

Dari kalangan rakyat, terbentuk pemerintah bayangan yang mendapat restu dari Negara Kesatuan RI di Yogyakarta.

Baca juga: Wisata Pamekasan di Pulau Madura, Jawa Timur Buka Lagi, Ini Ketentuannya

 

Penggledahan yang dilakukan oleh tentara Belanda di zaman perang kemerdekaan. Dok. KOMPAS Penggledahan yang dilakukan oleh tentara Belanda di zaman perang kemerdekaan.
Ketua pemerintahan bayangan dipimpin R. P. Mohammad Noer, sedangkan KH. Amin Jakfar ditunjuk sebagai kordinator kelaskaran dan Mayor Abu Djamal ditunjuk sebagai komandan tentara.

Mereka bergerak dan membangun konsolidasi di luar Madura. Di antaranya di Blitar, Lamongan, Jombang dan Kediri.

Pemerintahan bayangan tersebut, menurut sejarawan Madura, Mohammad Ghazi, bergerak menjaga kepercayaan rakyat Madura untuk lepas dari penjajahan Belanda.

Sekaligus untuk membuktikan bahwa pemimpin rakyat Madura masih ada dan tidak sepenuhnya tunduk kepada Belanda.

"Ada tokoh-tokoh yang disusupkan ke dalam parlemen negara Madura. Ada yang membangun organisasi tanpa sepengetahuan pemerintahan Belanda," ucap Mohammad Ghazi dalam perbincangan Sabtu (11/9/2021).

Baca juga: GNI Gresik, Saksi Bisu Sejarah, Simbol Gotong Royong Masyarakat yang Sempat akan Dibongkar

Menurutnya, peran ulama agara Madura kembali ke pangkuan NKRI sangat besar.

Bekas barisan Sabilillah membentuk organisasi bernama Persatuan Alim Ulama Madura (PAUM) yang dipimpin KH. Abdul Hamid dan KH. Moh. Thoha Jamaluddin.

Bekas barisan Hizbullah membentuk Gerakan Rahasia Tentara Hizbullah (Grathiz) yang dipimpin R. H. Eksan dan H. Muhammad Syafii Munir.

"Dua organisasi itu yang membangun konsolidasi antara pejuang di Madura dan di luar Madura. Gerakan bawah tanah organisasi tersebut, membuat kekacauan atas pemerintahan negara Madura," tutur Ghazi.

Namun, gerakan tersebut ada yang terendus oleh pemerintah karena informasi dari orang Madura yang bekerja kepada Belanda.

Dari barisan sabilillah ada yang ditangkap dan dipenjara. Bahkan, ada di antara mereka yang dikirim ke penjada Kalisosok Surabaya.

Baca juga: Ritual Barong Wae di Manggarai, Harmonisasi dengan Sang Pencipta, Alam, Leluhur, dan Roh Penjaga Mata Air

Bulan Juli 1948, Dewan Rakyat Madura dilantik.

Mereka harus bekerja sama dengan pemerintahan Recomba. Di lain pihak, Dewan Rakyat Madura terus didesak oleh rakyat agar Madura kembali lagi bergabung dengan NKRI.

Pada saat Agresi militer Belanda II tanggal 19 Desember 1948, banyak pejuang dari barisan Hizbullah dan Sabilillah Madura yang ikut berperang ke wilayah Malang, Blitar, Mojokerto, Jombang, Madiun, Gresik, Lamongan dan Bojonegoro.

Ketika mereka hendak kembali ke Madura, banyak yang ditangkap Belanda dan banyak pula yang berhasil lolos kembali ke Madura.

"Yang lolos kembali ke Madura, bersama dengan rakyat mengadakan pawai besar-besaran sebagai protes atas agresi militer Belanda II, sekaligus ingin menunjukkan bahwa TNI masih ada dan bersama-sama dengan rakyat," ungkap Ghazi.

Baca juga: Monumen Bajra Sandhi: Merawat Ingatan Perjuangan Kemerdekaan RI di Bali

 

Peta Indonesia pada abad ke-18 yang menunjukkan nusantara dilalui oleh angin musim, yang penting bagi aktivitas pelayaran dan perdagangan.Wikimedia Commons Peta Indonesia pada abad ke-18 yang menunjukkan nusantara dilalui oleh angin musim, yang penting bagi aktivitas pelayaran dan perdagangan.
Semangat bergabung dengan NKRI

Bersamaan dengan perkembangan politik hasil perundingan meja bundar yang dilaksanakan di Deen Haag 23 Agustus - 2 November 1949, semangat Madura untuk bergabung kembali ke pangkuan NKRI semakin berkobar.

Tanggal 19 Desember 1949, pemerintah negara Madura mengeluarkan pengumuman Nomor 7 tahun 1949 yang berbunyi :

1) Pemerintah Daerah sama sekali tidak berhak untuk mengubah status lain dari daerahnya,

2) Penentuan status Madura kelak di kemudian hari sepenuhnya akan tunduk kepada kehendak rakyat asal dinyatakan terang-terangan dan bebas menuntut peraturan yang sah.

Setelah Belanda menyerahkan kedaulatan Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat selambat-lambatnya 30 Desember 1949, maka pada tanggal 10 Januari 1950 Dewan Rakyat Madura menyatakan bahwa negara Madura harus menjadi negara kesatun.

Dewan Rakyat Madura kemudian membentuk panitia pembubaran negara Madura dan menuntut pemerintah RIS untuk memenuhi tuntutan rakyat.

Tuntutan rakyat Madura itu mendapat hambatan dari pemerintah RIS.

Tanggal 15 Februari 1950, terjadi demonstrasi besar-besaran.

Mereka menyerbu kantor Dewan Rakyat Madura. Seketika itu pula, Dewan Rakyat Madura menyatakan membubarkan diri.

Baca juga: Mengenal Kaldu Kokot, Kuliner Madura yang Melegenda

Demonstrasi juga dilakukan di rumah wali negara Madura dengan tuntutan pembubaran negara Madura.

Tuntutan pembubaran negara Madura semakin membesar. Tanggal 23 Februari 1950 Bupati di Pamekasan R. T. A Notohadikoesomo yang diangkat oleh rakyat melaporkan perkembangan situasi Madura ke pemerintah RI di Yogyakarta serta memohon penggabungan negara Madura dengan NKRI.

Akhirnya, pembubaran negara Madura dikabulkan yang diperkuat dengan surat keputusan Presiden RI tanggal 9 1950.

Sebelum keputusan Presiden diterbitkan, Gubernur Jawa Timur telah mengangkat R. Soenarto Hadiwidjojo sebagai residen Madura melalui surat keputusan tanggal 7 Maret 1950 nomor: 24/A/1950.

Dengan demikian, Madura resmi bubar dan bergabung kembali ke pangkuan NKRI. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gunung Ile Lewotolok Kembali Meletus, Desa Waowala Dilanda Hujan Abu

Gunung Ile Lewotolok Kembali Meletus, Desa Waowala Dilanda Hujan Abu

Regional
Longsor di Sitinjau Lauik Sumbar, 2 Kendaraan Tertimbun

Longsor di Sitinjau Lauik Sumbar, 2 Kendaraan Tertimbun

Regional
Tim Gabungan Pemkab Agam Temukan Nenek yang Hilang Usai Ikut Pengajian

Tim Gabungan Pemkab Agam Temukan Nenek yang Hilang Usai Ikut Pengajian

Regional
Senderan Pantai di Pebuahan Segera Dibangun, Bupati Jembrana Minta Warga Beri Dukungan

Senderan Pantai di Pebuahan Segera Dibangun, Bupati Jembrana Minta Warga Beri Dukungan

Regional
Satu Mahasiswa Undip Penerima KIPK Undip Mundur, Empat Lainnya Masih Membutuhkan

Satu Mahasiswa Undip Penerima KIPK Undip Mundur, Empat Lainnya Masih Membutuhkan

Regional
Mantan Wabup Flores Timur Jadi Tersangka Korupsi Internet Desa

Mantan Wabup Flores Timur Jadi Tersangka Korupsi Internet Desa

Regional
Diantisipasi, Gangguan Pembangunan 23 Proyek Nasional di Sumsel

Diantisipasi, Gangguan Pembangunan 23 Proyek Nasional di Sumsel

Regional
Seleksi CASN 2024, Pemprov Jateng Dapat Kuota 4.446 Formasi

Seleksi CASN 2024, Pemprov Jateng Dapat Kuota 4.446 Formasi

Regional
Pabrik Bata Tutup, Gerai di Lampung Kurang Stok Jelang 'Back to School'

Pabrik Bata Tutup, Gerai di Lampung Kurang Stok Jelang "Back to School"

Regional
Mantan Sekda Babel Daftar Cagub Via Nasdem, Incar Wagub dari Belitung

Mantan Sekda Babel Daftar Cagub Via Nasdem, Incar Wagub dari Belitung

Regional
Kota Malang Raih Penghargaan PPD Tingkat Nasional Tahun 2024

Kota Malang Raih Penghargaan PPD Tingkat Nasional Tahun 2024

Regional
Pemkot Batam Beri Uang Saku Rp 1 juta untuk Setiap Calon Haji

Pemkot Batam Beri Uang Saku Rp 1 juta untuk Setiap Calon Haji

Regional
Ketua Kadin Kota Semarang Ambil Formulir Pendaftaran Penjaringan  Pilkada di PDI-P

Ketua Kadin Kota Semarang Ambil Formulir Pendaftaran Penjaringan Pilkada di PDI-P

Regional
Pilkada Kendal, Baru Wakil Bupati yang Daftar Bakal Calon Bupati di PDIP

Pilkada Kendal, Baru Wakil Bupati yang Daftar Bakal Calon Bupati di PDIP

Regional
Pilkada 2024: Istri Mantan Bupati Maluku Tengah Daftar Bacabup di Partai NasDem

Pilkada 2024: Istri Mantan Bupati Maluku Tengah Daftar Bacabup di Partai NasDem

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com