Siap keluar jika...
Hingga kini, Andi menumpang di lahan Umulaye dan tetap memilih menjadi nelayan sebagai mata pencaharian untuk menghidupi keluarganya.
Namun aktivitas sebagai nelayan sempat terhenti karena tidak mempunyai akses ke pantai lantaran terowongan yang menjadi akses ke pantai digenangi air yang tinggi hingga mencapai dagu orang dewasa sementara wilayah ini telah dipagari.
“Sudah beberapa minggu tidak melaut karena tidak ada jalan, terowongannya banyak air, tetapi alhamdulillah sekarang airnya sudah disedot dan kami akan mencoba melaut kembali,” kata Andi.
Baca juga: Keseruan Anak-anak Dusun Ebunut Bermain Gasing di Tengah Pembangunan Sirkuit MotoGP Mandalika
Sebelumnya, lanjut Andi, beberapa warga merusak pagar pembatas lintasan sirkuit Mandalika untuk dijadikan akses jalan menuju Pantai Seger, tempat perahunya bersandar.
Senada dengan Andi, Seneng (40) yang juga bekerja sebagai nelayan pernah merasa kesulitan mencari ikan di laut karena terowongan yang dipenuhi air dan berbau tidak sedap.
“Kemarin itu kami sangat susah. Jadi kami melaut itu harus melewati terowongan yang airnya tinggi dan bau,” kata Seneng saat di gazebo rumahnya.
Biasanya, Seneng mendapatkan Rp 50.000-Rp 100.000 per hari dari hasil tangkapan ikan melaut.
Seneng bercerita, lahan yang tengah ditempatinya di tengah Sirkuit Mandalika bukanlah lahan miliknya. Dia hanya menumpang di lahan milik keluarganya yang bernama Ikim.
Senasib dengan Andi, Seneng juga telah menjual tanahnya dengan harga murah berpuluh tahun lalu dengan harga Rp 100.000 per are.
Baik Seneng maupun Andi pun mengaku, akan sukarela keluar dari lingkaran Sirkuit MotoGP Mandalika dan mencari lahan baru jika pemilik lahan tempatnya tinggal telah menerima biaya ganti rugi lahan sirkuit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.