Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ritual Barong Wae di Manggarai, Harmonisasi dengan Sang Pencipta, Alam, Leluhur, dan Roh Penjaga Mata Air

Kompas.com - 18/08/2021, 14:50 WIB
Markus Makur,
Pythag Kurniati

Tim Redaksi

BORONG, KOMPAS.com-  Ritual adat "Barong Wae" adalah cara masyarakat Manggarai mengungkapkan rasa syukur atas segala yang telah mereka terima (dalam bahasa Manggarai, rasa syukur disebut penti).

Ritual yang diadakan dari tahun ke tahun ini menjadi sebuah gambaran kehidupan masyarakat Manggarai di bumi Nusa Lale.

Dosen dan Peneliti Fakultas Filsasfat Universitas Katolik Parahyangan, Bandung Dr Fransiskus Borgias menjelaskan, kata barong berasal dari kata dasar baro yang artinya ialah melapor, memberitahukan.

Kata tersebut sekaligus bermakna melaporkan untuk mengundang atau mengajak datang ikut serta ambil bagian (berpartisipasi).

Menurut kamus Verheijen, barong memang secara khusus dipakai untuk menggambarkan ritual.

Seperti barong wae dan barong watu, yaitu mengundang batu-batu di kubur yang merupakan representasi dari arwah orang mati.

Wae artinya ialah mata air. Mata air atau wae dianggap sebagai hal penting bagi sebuah kampung atau yang disebut beo.

Baca juga: Jojong Dao dan Latung, Makanan Tradisional Warga Manggarai yang Terancam Punah

Mata air (mata wae) bagi orang Manggarai adalah salah satu dari beberapa elemen relasi dengan sebuah kampung (beo).

Kampung (beo) tempat hidup manusia harus membangun beberapa sayap relasinya.

Pertama, ada sayap relasi ke atau di dalam kampung antara penghuni kampung yang pada prinsipnya diatur menurut usia.

Hubungan kekeluargaan (wan koe etan tua, adik kakak dan orangtua) tidak bisa dan tidak boleh dibalik. 

Kedua, ada sayap relasi ke luar, yaitu antar kampung (beo), dan hal itu diatur di dalam jejaring relasi perkawinan, sehingga terbangun jejaring relasi penerima anak gadis dengan pemberi anak gadis (sistem anak wina dengan anak rona) dan seterusnya.

Baca juga: Sejarah Perang Bayu di Banyuwangi, Perang Paling Kejam yang Dialami Belanda

Ketiga, ada sayap relasil kebun untuk diolah (uma bate duat), yang diatur dalam prinsip kerja olah tanah dan pembibitan (weri wini, wuat wini) agar bisa menghasilkan makanan untuk hidup. Kebun (uma) itu harus dijaga dan dirawat demi hidup. 

Keempat, ada sayap relasi dengan sumber mata air untuk ditimba ( wae teku) dengan prinsip dasar menjaga agar sumber mata air (wae teku) itu tetap memancarkan air dengan deras dan lancar.

Maka tak heran, ada doa-doa dan ritual agar air berlimpah (mboas wae woang). Orang Manggarai percaya, mata air adalah hal yang sangat penting dan menjadi tempat tinggal roh di dunia.

Baca juga: Monumen Bajra Sandhi: Merawat Ingatan Perjuangan Kemerdekaan RI di Bali

 

Ilustrasi mata air panas.SHUTTERSTOCK Ilustrasi mata air panas.
Bagi orang Manggarai, mengundang roh penunggu penjaga mata air agar datang dan ikut ambil bagian dalam pesta di kampung adalah hal yang tak bisa diabaikan.

Sebab, mata air dianggap sebagai salah satu sumber penopang kehidupan manusia.

Mereka meyakini, akan ada hal buruk yang terjadi jika hal itu tidak dilakukan, seperti mengeringnya sumber air yang bisa berujung pada kematian.

Sebagaimana mengundang tamu, orang Manggarai akan memberikan tempat khusus, bantal untuk bersandar hingga aneka makanan bagi roh penjaga mata air.

Walaupun tak kasatmata, namun mereka yakin, orang-orang tertentu bisa merasakan kehadiran para roh penjaga mata air.

Baca juga: Mengenal dr Soetomo, Pahlawan Kemerdekaan Kelahiran Nganjuk

"Menurut kesaksian dari seorang narasumber saya saat riset doktoral tahun 2013 dulu, biasanya tetamu barong ini tidak diajak ke dalam rumah tinggal melainkan diberi tempat khusus di halaman beo, dan tempat itu ditandai dengan janur (daun kelapa muda). Biasanya anak-anak tidak diperbolehkan main di tempat itu. Itu sebuah tabu. Dalam setiap acara doa atau makan, mereka juga diberi jatah," katanya.

"Jatah itu diberikan dengan cara di-hela, (sesajen) dari mana muncul kata helang (sesajen). Hela, itu ditebar di atas batu ceper datar. tidak usah banyak, yang penting ada semua komponen dari makanan dan hewan ritual yang dipotong. Jadi, harus ada nasi, sepotong daging, entah ekor sapi, atau pun sayap ayam, dan seterusnya-dan seterusnya. Semuanya ini dimaksudkan untuk menghormati mereka," lanjut Fransiskus.

Lima falsafah orang Manggarai

Ilustrasi air, penggunaan air. PIXABAY/MANUEL DARIO FUENTES HERNANDEZ Ilustrasi air, penggunaan air.

Leonardus Santosa, Pemerhati Budaya Manggarai dari Komunitas Cenggo Inung Kopi Online (CIKO) Kabupaten Manggarai Timur menjelaskan, ada lima falsafah orang Manggarai.

Kelima falsafah ini, pertama, mbaru bate kaeng (rumah tempat tinggal), kedua uma bate duat (kebun untuk diolah), ketiga wae bate teku (sumber mata air untuk ditimba).

Keempat, compang bate takung (tempat sesajen) dan kelima natas bate labar (halaman rumah untuk berinterasksi sosial, bermain).  Ini merupakan satu kesatuan yang tak pisahkan dalam hidup orang Manggarai.

"Prinsip hidup orang Manggarai tidak merasa utuh kalau tidak ada sumber mata air, tidak ada rumah, kebun, tempat mezbah, ruang berkomunikasi dengan alam semesta, Sang Pencipta, lulur, dan juga halaman rumah atau kampung," jelasnya.

Santosa menjelaskan, barong wae bermakna memulihkan hubungan manusia secara harmonis antara sumber kehidupan dengan alam semesta lewat air.

Ritual barong wae berpuncak pada ritual adat di rumah adat. Acara barong wae dilaksanakan oleh masyarakat adat seluruh kampung.

"Asal usul barong wae bersumber dari masyarakat adat. Pola pemukiman orang Manggarai harus memenuhi syarat utama harus ada sumber mata air. barong wae, budaya dan ritual adat itu satu, maka disebut orang Manggarai," jelasnya.

Baca juga: Kisah Gerilyawan Wanita, Sri Ngestoe Padinah, Dipukul Tentara Belanda gara-gara Kelapa

Santosa menambahkan,  Barong Wae masih dilaksanakan tiap tahun sebagai ungkapan syukur.

Membangun Manggarai, menurutnya, harus dilandasi lima falsafah. Falsafah boa (kuburan), beo bate ejor (kampung untuk kehidupan). Le paang bele atau ata paang bele, (leluhur berada di luar pintu masuk kampung) perkuburan di luar kampung. Wae (air) bagi orang Manggarai bisa dimaknai simbol pelepasan beban, dosa, duka.

"Disederhanakan. Biasanya orang Manggarai saat pulang melayat orang mati pasti mencuci tangan sebelum masuk ke rumah. Mencuci tangan sudah dilangsungkan sejak zaman lampau. Hamo limo, mencuci tangan. Bahkan saat pulang dari pemakaman, warga biasanya mandi di sungai dan atau mencuci tangan di pintu masuk rumah. Keluarga berduka sudah menyiapkan air di baskom atau ember," jelasnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BPBD OKU Evakuasi Korban Banjir di 4 Kecamatan

BPBD OKU Evakuasi Korban Banjir di 4 Kecamatan

Regional
Bos Kerajinan Tembaga di Boyolali Dibunuh Usai Hubungan Sesama Jenis, Ini Kronologi dan Motifnya

Bos Kerajinan Tembaga di Boyolali Dibunuh Usai Hubungan Sesama Jenis, Ini Kronologi dan Motifnya

Regional
2 Tersangka Pemalsuan Surat Tanah yang Libatkan Pj Walkot Tanjungpinang Ditahan

2 Tersangka Pemalsuan Surat Tanah yang Libatkan Pj Walkot Tanjungpinang Ditahan

Regional
2 Mobil Mewah Milik Tersangka Kasus Investasi Bodong Berkedok Bisnis BBM di Kalsel Disita

2 Mobil Mewah Milik Tersangka Kasus Investasi Bodong Berkedok Bisnis BBM di Kalsel Disita

Regional
Pengerjaan Jalan di Purworejo Dikeluhkan Warga, DPUPR Sebut Proses Lama karena Ini

Pengerjaan Jalan di Purworejo Dikeluhkan Warga, DPUPR Sebut Proses Lama karena Ini

Regional
Gubernur Kepri Minta Malaysia Lepas Nelayan Natuna yang Ditahan

Gubernur Kepri Minta Malaysia Lepas Nelayan Natuna yang Ditahan

Regional
Banjir di Sumsel Meluas, Muara Enim Ikut Terendam

Banjir di Sumsel Meluas, Muara Enim Ikut Terendam

Regional
Bunuh Anggota Polisi, Remaja di Lampung Campur Racun dan Obat Nyamuk ke Minuman Korban

Bunuh Anggota Polisi, Remaja di Lampung Campur Racun dan Obat Nyamuk ke Minuman Korban

Regional
Rayakan Tradisi Leluhur, 1.500 Warga Baduy 'Turun Gunung' pada 17 Mei 2024

Rayakan Tradisi Leluhur, 1.500 Warga Baduy "Turun Gunung" pada 17 Mei 2024

Regional
Menyoal Perubahan Status Kewarganegaraan Marliah yang Tiba-tiba Jadi WN Malaysia

Menyoal Perubahan Status Kewarganegaraan Marliah yang Tiba-tiba Jadi WN Malaysia

Regional
Susul Sekda Kota Semarang, Ade Bhakti Dijadwalkan Ambil Formulir Pendaftaran Pilkada di PDI-P

Susul Sekda Kota Semarang, Ade Bhakti Dijadwalkan Ambil Formulir Pendaftaran Pilkada di PDI-P

Regional
Pemuda di Sleman Lecehkan Mahasiswi, Awalnya Diajak Ngabuburit

Pemuda di Sleman Lecehkan Mahasiswi, Awalnya Diajak Ngabuburit

Regional
Kecelakaan Beruntun di Depan KIW Semarang, Satu Pengendara Tewas

Kecelakaan Beruntun di Depan KIW Semarang, Satu Pengendara Tewas

Regional
Dugaan Korupsi Lahan Hutan Negara, Keterlibatan Anak Bupati Solok Selatan Diselidiki

Dugaan Korupsi Lahan Hutan Negara, Keterlibatan Anak Bupati Solok Selatan Diselidiki

Regional
Tersangka Pembunuh Waria di Sukabumi Ditangkap di Bus Menuju Bogor

Tersangka Pembunuh Waria di Sukabumi Ditangkap di Bus Menuju Bogor

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com