Dalam tulisan lanjutannya, Zubaidi juga menyoroti kontribusi besar KH Hasyim Asy'ari dalam menyatukan dua kubu yang berseteru untuk menentukan dasar Negara Indonesia yang baru lahir.
Kemudian dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia, KH Hasyim Asy'ari mencetuskan resolusi jihad, 22 Oktober 1945.
Fatwa resolusi jihad itu dikeluarkan sebagai respons atas rencana kedatangan tentara Belanda yang bermaksud merebut kemerdekaan Indonesia.
Setelah keluarnya fatwa resolusi jihad, perlawanan terhadap Belanda muncul dari berbagai daerah. Salah satunya, perlawanan heroik dari arek-arek Suroboyo pada 10 November 1945.
KH Hasyim Asy'ari wafat pada 25 Juli 1947. Jenazahnya dikebumikan di Pesantren Tebuireng Jombang.
Atas jasanya semasa hidup terhadap negara, Kiai Hasyim ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 17 November 1964.
Reaksi Pesantren Tebuireng
Peredaran buku Kamus Sejarah Indonesia Jilid I (Nation Formation) dan Jilid II (Nation Building), yang tidak mencantumkan sosok KH Hasyim Asy'ari, menuai reaksi dari Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.
Humas Pesantren Tebuireng Nur Hidayat menyatakan, buku yang diterbitkan oleh Direktorat Sejarah pada Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) tersebut tidak bisa dijadikan pedoman sejarah di Indonesia.
Menurut dia, Kamus Sejarah Indonesia Jilid I (Nation Formation) dan Jilid II (Nation Building), tidak layak dijadikan rujukan bagi praktisi pendidikan dan pelajar Indonesia.
Buku tersebut dinilai memiliki framing sejarah yang secara terstruktur dan sistematis menghilangkan peran Nahdlatul Ulama dan KH. Hasyim Asy'ari dalam sejarah perjalanan Bangsa Indonesia.
Pesantren Tebuireng, kata Nur Hidayat, berpandangan bahwa narasi yang dibangun dalam kedua jilid Kamus Sejarah Indonesia tersebut tidak sesuai dengan kenyataan sejarah.
"Pesantren Tebuireng Jombang menuntut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menarik kembali naskah tersebut dan meminta maaf kepada seluruh bangsa Indonesia atas kecerobohan dan kelalaian dalam penulisan kamus sejarah tersebut," ujar Nur Hidayat, melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Selasa (20/4/2021).
Penjelasan Kemendikbud
Menanggapi protes dari masyarakat terkait Kamus Sejarah Indonesia, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hilmar Farid menyatakan, dokumen buku Kamus Sejarah Indonesia yang beredar di masyarakat merupakan salinan lunak naskah yang masih perlu disempurnakan.
Kemendikbud mengakui adanya kesalahan dari pihaknya karena salinan Kamus Sejarah Indonesia terbit dengan tidak mencantumkan sosok KH Hasyim Asy'ari.
Hilmar menegaskan Kamus Sejarah Indonesia yang menjadi kontroversi tersebut sudah ditarik dari website.
“Bahwa sudah ditarik dari website-nya Rumah Belajar itu, jadi sudah diturunkan,” kata Hilmar. (Rahel Narda Chaterine|Editor : Diamanty Meiliana)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.