Setelah itu, serat dari kulit kayu itu dipintal dan dirajut.
"Suku Ngalum di daerah Pegunungan Bintang memanfaatkan bahan baku noken dari delapan spesies tumbuhan yakni Cypholophus gjelleripii, Cypholophus vaccinioides, Ficus arfakensis, Ficus comitis, Ficus dammaropis, Goniothalamus spp., Pipturus argenteus, dan Myristica spp. Suku Dani di Lembah Baliem memanfaatkan lima spesies tumbuhan sebagai bahan baku noken yakni Boehmeria malabarica, Boehmeria nivea, Astronia spp., Sida rhombifolia dan Wikstromia venosa," tutur Hari.
Pewarnaan noken, sambung Hari, juga menggunakan bahan alami. Masyarakat Papua menggunakan daun dan buah-buahan.
Sulitnya membuat noken membuat tas rajutan tersebut bernilai tinggi. Bahkan nilainya ada yang mencapai belasan juta rupiah.
Baca juga: Khombow, Karya Seni dari Jayapura
Merry Dogopia mengatakan, di kampung halamannya, noken dibuat dari serat anggrek hutan.
"Kalau yang buat noken dengan seluruhnya menggunakan anggrek dan ada motif-motifnya itu di suku saya, dan yang buat hanya laki-laki, tidak boleh perempuan," kata Merry.
Harga noken tersebut juga mahal. Sebab, pembuatan noken bisa memakan waktu berbulan-bulan karena sulitnya mencari bahan utama.
"Itu harganya bisa sampai Rp 12 juta, pembuatannya bisa berbulan-bulan karena cari bahannya susah di dalam hutan," ungkap Merry yang kini sudah berusia 49 tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.