Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Izin Napi Sakit Tidak Jelas

Kompas.com - 08/05/2013, 11:06 WIB
Haryo Damardono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Payung hukum terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi telah disusun dan ditetapkan. Persoalannya, aturan pelaksanaan seperti izin sakit narapidana belum diperinci, apalagi diimplementasikan. Karena itu, persoalan izin sakit kerap dipakai narapidana untuk menghindarkan diri dari hukuman.

”Ya, tidak heran jika masih ada begitu banyak persoalan karena belum ada peraturan terperinci. Secara prinsip, idealnya izin narapidana (napi) ke rumah sakit harus dengan second opinion (pendapat kedua). Persoalannya, apakah telah dikerjakan?” ujar Wakil Direktur Program Center for Detention Studies Gatot Goei, Selasa (7/5/2013), di Jakarta.

Seperti diberitakan, Minggu siang lalu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin dan wakilnya, Denny Indrayana, melakukan inspeksi mendadak ke Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta, untuk mencek kebenaran informasi izin narapidana karena sakit. Mereka menemukan banyaknya kejanggalan soal izin sakit narapidana. Selain pencatatan tidak benar, pengawasan petugas untuk narapidana yang mendapat izin juga sangat longgar.

Gatot mengatakan, sebenarnya telah ada kerja sama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan Ikatan Dokter Indonesia. ”Namun, belum dievaluasi sejauh mana efektivitasnya,” katanya.

Untuk memperoleh pendapat lain di luar dokter yang biasa bertugas di lembaga pemasyarakatan, ujar Gatot, mekanismenya juga harus diperjelas. ”Bagaimana dengan pembayaran terhadap second opinion ini, apakah tersedia anggarannya? Kalau tidak ada anggarannya jelas tidak mungkin dilakukan,” ucapnya.

Gatot juga mempertanyakan aturan pengawasan ketika terpidana dibawa ke rumah sakit. ”Seharusnya juga dipikirkan adanya pengawasan dari masyarakat. Ini jelas untuk transparansi dan kebaikan bersama,” ungkapnya.

Waktu hukuman

Sementara itu, ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Akhiar Salmi, mengatakan, seharusnya masa berobat narapidana di rumah sakit, terutama di rumah sakit di luar lembaga pemasyarakatan, tidak boleh mengurangi waktu hukuman. Waktu penahanan harus dihentikan, sehingga tidak ada yang berulang kali izin berobat ke rumah sakit.

”Hanya orang sehat yang seharusnya menjalani hukuman. Jadi, jika orang itu sakit, ya, disembuhkan dulu, baru kemudian menjalani hukuman. Setelah sehat baru masuk penjara lagi. Ini juga untuk meredam kecurigaan kalau hukum diakali oleh terpidana,” ujar Akhiar.

Menurut dia, pemidanaan itu untuk membuat orang merenungi perbuatannya. ”Jadi, atas dasar kemanusiaan, ya, kalau sakit dirawat dulu,” tuturnya.

Ia mengusulkan, pemerintah dan DPR sebaiknya memasukkan pengaturan terkait izin dokter dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). ”Sebentar lagi revisi KUHAP akan dibahas di DPR. Jadi karena momennya pas, ya, sekalian saja,” katanya. (RYO)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com