Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Faktor Terjadi Bersamaan

Kompas.com - 13/04/2013, 03:57 WIB

Maluku kemarau terakhir

Secara berangsur, 44 zona musim yang tersisa, diprediksikan BMKG akan memasuki musim kemarau 100 persen hingga November 2013. Wilayah Maluku merupakan kawasan paling akhir memasuki musim kemarau.

Sri Woro menegaskan, prediksi BMKG tidak meleset. Hujan lebat masih memungkinkan terjadi karena memang sebagian besar wilayah zona musim masih berada pada musim hujan.

Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG Edvin Aldrian menjelaskan, kondisi cuaca ekstrem seperti hujan lebat selalu dipengaruhi lebih dari satu faktor. Suhu muka laut yang tinggi, adanya bibit badai tropis, dan fenomena Osilasi Madden-Julian (MJO) terjadi bersamaan.

Secara geografis, perairan Indonesia bagian barat lebih dangkal dibandingkan dengan wilayah timur Indonesia. Ini menyebabkan suhu muka laut perairan di Indonesia menghangat lebih lama, ketika terjadi perubahan pola monsun dari barat ke timur.

Sementara itu, Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Mulyono R Prabowo mengatakan, menghangatnya wilayah perairan di Indonesia terdampak warm pool atau kolam panas di Samudra Pasifik yang bergeser makin ke barat hingga Laut China Selatan. Kolam panas itulah yang menyuplai banyak awan hujan ke Indonesia.

Adapun Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, Jumat pekan lalu, menyampaikan, hujan lebat mengakibatkan longsor di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Sumatera Selatan. Beberapa orang menjadi korban, setidaknya 6 orang dilaporkan tertimbun longsor. Lalu, seorang petugas meninggal akibat buldoser yang digunakan mengevakuasi korban terbalik.

Hujan lebat juga berlangsung Kamis (4/4) di wilayah Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Tanah longsor menewaskan seorang warga.

Hari Senin pekan ini, Sutopo melaporkan, 3-4 hari banjir mengepung setidaknya 11 wilayah yang tersebar di beberapa provinsi, mulai dari Aceh hingga Mamuju Utara, Sulawesi Barat.

Hingga Jumat lalu, Sutopo melaporkan banyaknya korban meninggal akibat banjir. Di antaranya, luapan Sungai Bengawan Solo di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur yang menewaskan 11 korban dan 22.830 rumah terendam banjir.

Menurut Sri Woro, masyarakat memang masih dihadapkan pada ketidaktahuan faktor-faktor cuaca apa saja yang bisa menimbulkan hujan lebat. Namun, jauh lebih penting lagi adalah adanya peringatan dini cuaca ekstrem.

Keberadaan alat dan sistem yang mampu memprediksi cuaca ekstrem dengan akurat saat ini menjadi kebutuhan yang tak bisa ditunda lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com