Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bandung, Kota Banjir...

Kompas.com - 18/01/2013, 03:36 WIB

Sungguh memalukan bila akses utama ke Bandung, yakni Jalan Dr Djundjunan, ketinggian banjir 40-50 sentimeter. Bila citra awalnya buruk, bagaimana citra keseluruhan kota? Ketika terjebak banjir di Jalan Dr Djundjunan memandangi Gunung Tangkubanparahu dan Gunung Malabar, kita lupa ini kota indah di pegunungan, kota Parijs van Java. Inilah Bandung, kota banjir.

Di atas kertas, pengairan Bandung mudah diatur karena ada perbedaan ketinggian kawasan dari 600 meter di atas permukaan laut hingga 800 mdpl. Namun, berdasarkan pengamatan Kompas, perpanjangan drainase di kawasan baru tidak sebaik di kawasan yang dibangun pemerintah Hindia Belanda.

Tahun 2013, anggaran Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung naik dari Rp 200 miliar pada tahun 2012 menjadi Rp 560 miliar. ”Memang naik, tetapi anggaran itu kan tidak hanya untuk (mengatasi) banjir,” ujar Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung Iming Akhmad, Kamis, di Bandung.

Untuk mengatasi banjir, Iming menuturkan, ada alokasi Rp 108 miliar bagi pembangunan sekaligus merehabilitasi saluran drainase atau gorong-gorong. Sementara program pengendalian banjir dialokasikan Rp 31,4 miliar, di antaranya untuk rehabilitasi dan pemeliharaan bantaran tanggul sungai, peningkatan pembersihan dan pengerukan sungai, serta tanggap darurat jaringan irigasi dan sungai.

Sejumlah persoalan di lapangan juga segera ditangani. ”Banyak drainase yang tertutup sehingga butuh dikeruk. Ada juga bangunan pedagang kaki lima yang didirikan di atas drainase, penduduk tinggal mepet ke sungai, serta sedimentasi dan sampah. Tali-tali air juga banyak yang tidak berfungsi,” katanya.

Menurut Iming, drainase akan dinormalisasi untuk mengatasi 54 titik banjir di Bandung. Tidak hanya diperlebar, tetapi juga diperdalam. ”Pengerukan akan dikerjakan secara intensif. Kerap sudah dikeruk, materialnya dibawa air lagi. Kami juga berpacu dengan musim hujan,” ujar Iming.

Dia berharap, tahun 2013, semua program untuk mengatasi banjir bisa tercapai. ”Tetapi deg-degan juga kalau tidak selesai,” ujarnya.

Selain upaya Pemerintah Kota Bandung, baru pada tahun ini masyarakat dilibatkan dalam pengendalian banjir. ”Sekarang kecamatan diberikan wewenang mengecat dan membersihkan trotoar dan tali-tali air. Disediakan juga colt engkel untuk angkutan selama pembersihan,” kata Iming.

Mungkinkah banjir di lembah Cikapundung dan Bandung secara keseluruhan dapat dituntaskan? Ketua Cikapundung Rehabilitation Program RA Budi Santoso, yang akrab dipanggil Kang Rahim, mengatakan sulit. ”Tunggu saya jadi Presiden,” ujarnya dengan raut muka serius.

Sebenarnya regulasi telah lengkap. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2004 mengatur sanksi denda Rp 5 juta bagi orang yang buang sampah ke sungai. Namun, perda itu bak macan ompong. Bulan Juni 2011, pria ini menginisiasi kukuyaan, aktivitas sungai di Cikapundung supaya warga mencintai sungai.

Tunggu jadi Presiden? Serumit itukah persoalan banjir di Cikapundung dan Bandung? Kang Rahim pun tertawa berkepanjangan. Setelah tawanya reda, dia berkata tegas, ”Yang rumit itu pemerintahnya.”(DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com