Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/08/2012, 10:39 WIB

Ironisnya, penolakan itu tepat pada Hari AIDS Sedunia yang jatuh tiap 1 Desember. ”Mereka meminta hasil tes sebagai bukti anak saya tidak terinfeksi. Itu sama dengan diskriminasi. Anak saya negatif HIV. Anak yang positif pun tak boleh ditolak,” lanjut Fajar.

Fajar berpendapat, lebih baik pihak sekolah tahu statusnya dan ada jaminan tidak ada diskriminasi pada kemudian hari.

Keterbukaan Fajar menciptakan dialog di komunitas bakal sekolah anaknya. Sempat diadakan lokakarya HIV/AIDS di sekolah itu. Proses yang menyakitkan itu akhirnya berbuah manis. Anaknya diizinkan menempuh pendidikan di sekolah itu.

”Jika orang dengan HIV terus menutup diri, situasi ini tidak akan selesai,” ujarnya. Mereka kehilangan kehidupan bukan semata karena penyakit, melainkan akibat tekanan sosial. Orang akan enggan memeriksakan status HIV dan tanpa sadar menularkan. Nyatanya, sampai saat ini stigma tak mudah dihilangkan, bahkan oleh pengobatan antiretroviral yang mulai mengubah perjalanan HIV/AIDS.

Bertahan lama

Pemberian obat antiretroviral menjadi program pemerintah sejak tahun 2004. Sebanyak 25.817 orang di Indonesia telah mendapatkan pengobatan sampai awal tahun 2012.

Prof Samsuridjal Djauzi dari Unit Pelayanan Terpadu HIV RSUPN Cipto Mangunkusumo/FKUI mengatakan, obat antiretroviral mencegah replikasi virus hingga tidak terdeteksi dalam darah. Perjalanan penyakit terhambat dan angka kematian menurun. Bahkan, dengan kontrol ketat dokter, pasangan dengan HIV yang mendambakan keturunan bisa melahirkan anak sehat.

”Orang dengan HIV yang berobat dan menjaga kesehatan sangat mungkin hidup sampai tua. Ada yang hidup sehat selama 18 tahun dengan obat antiretroviral,” kata Samsuridjal.

Kini, HIV makin terkendali dengan obat antiretroviral. ”Gangguan ini menjadi seperti penyakit kronis lain, misalnya hipertensi atau diabetes, yang butuh meminum obat secara teratur ,” kata Janto Lingga, mentor manajemen klinis HIV dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang juga mantan Ketua Pokja HIV/AIDS di RS Penyakit Infeksi Sulianti Saroso. Bedanya, obat antiretroviral tidak menyembuhkan dan pengidap tetap bisa menularkan HIV.

Fajar mulai menggunakan evapiren dan duviral tahun 2009. Obat itu diminum setiap 12 jam. Agar tak lupa, Fajar memasang alarm di telepon selulernya. Sebulan sekali dia berkonsultasi ke RSUPN Cipto Mangunkusumo, mengambil obat, dan mengecek jumlah virus.

Dia menjaga agar Leonnie tak terinfeksi. ”Sekalipun virus tidak terdeteksi dalam darah, saya selalu menggunakan kondom saat berhubungan,” ungkapnya.

Leonnie pun rajin tes HIV setiap enam bulan. ”Sampai hari ini saya negatif,” ujarnya.

Leonnie bertekad tetap sehat dan rasional menghadapi HIV dalam keluarganya. Apalagi, anak-anaknya membutuhkan perhatian. Sudah sebulan Leonnie keluar dari pekerjaannya di sebuah yayasan dan kini berbisnis makanan.

Berawal dari membuat kue antialergi tanpa gluten, susu, telur, dan gula untuk putra sulungnya, kini Leonnie menerima pesanan makanan khusus itu. Sore itu, ruang tamu rumah mereka yang difungsikan sebagai ”pabrik” dipenuhi harum kue mangkuk cokelat.

Fajar pun tak kalah bersemangat. Dia berupaya hidup teratur, mulai dari makan, beristirahat, dan berolahraga. Perawatan kesehatan penting agar tidak muncul penyakit infeksi lain dalam tubuh orang dengan HIV, mengingat kekebalan tubuh mereka terganggu.

”Saya ingin menjadi ayah yang baik bagi anak-anak saya bertahun-tahun lagi,” ujar Fajar.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com