Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekuatan Pesinden Kontemporer

Kompas.com - 16/04/2012, 19:46 WIB

”Karakter pesinden berbeda dengan penyanyi sopran atau seriosa dalam musik Barat,” ungkap Peni yang membuat eksperimen vokal dengan beragam karakter vokal dari Papua, Kalimantan, Padang, dan Jawa.

Kehadiran Peni selama di AS merebut hati komunitas seniman musik negeri itu. Tak terbilang aktivitas seni kreatif yang dia lakoni. Selain berkuliah di bidang komposisi musik, ia juga diminta mengajar kelas gamelan dan vokal (sinden) di CalArts. Ia pun menjadi seniman tamu di kampus lain, seperti Cornish College of the Arts, University of Portland, dan University of Richmond.

”Saat pentas di Richmond, saya membawakan repertoar ’Lintang’ dan ’Manik Jejantung’, banyak penonton menangis. Penonton bilang, walau mereka tak tahu arti teksnya, tetapi bisa menangkap ’rasa’ dalam komposisi itu,” tuturnya.

Peni menambahkan, Meredith Monk, komposer musik klasik, mengajarinya konsep, ”Menyanyilah dengan tubuhmu dan menarilah dengan suaramu.”

Bagi Peni, konser gamelan bersama kelompok Kusuma Laras dan Rob Kapilow di Teater Lincoln Center, New York, 14 November 2011, sebagai satu puncak pencapaiannya. Perasaan serupa dia alami saat pentas di Poncho Hall, Cornish College of the Arts, dan workshop bersama Gamelan Pacifica, kelompok gamelan di AS. Di negeri itu ada lebih dari 400 kelompok gamelan.

Meluruskan

Lebih dari pesinden, Peni bisa disebut satu dari sedikit perempuan komposer berlatar belakang musik tradisi di Tanah Air. Dengan riwayat pendidikan dan vokalis karawitan, ia mungkin satu-satunya komposer yang lebih menekankan kekuatan vokal dalam komposisi musik yang dibuatnya. Instrumen lebih sebagai pengiring.

Sejak dididik ayahnya, dalang wayang kulit Wagiman Gandacarita, belajar di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKN 8) di Solo, lalu kuliah di Jurusan Karawitan ISI Surakarta, ia diposisikan sebagai pesinden. Namun, ia lulus sebagai pengrawit yang menguasai semua instrumen gamelan dan penyusun komposisi musik.

Karawitan adalah budaya tradisi yang kuat, karena itu ia mendedikasikan diri demi pelestariannya. Ia menguasai komposisi, baik karawitan yang pakem maupun kontemporer.

”Musik gamelan itu lentur, bisa digarap seperti apa pun tergantung ide kita. Eksperimen tidak merusak, tetapi kita harus bisa menempatkan karya itu sesuai kebutuhannya. Dengan begitu, kita memberikan penghargaan dan mengangkat derajat gamelan. Kalau tak disentuh, gamelan hanya menjadi barang antik,” paparnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com