Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemeriahan Imlek dan Lebaran

Kompas.com - 21/01/2012, 04:43 WIB

Upacara itu di Jawa dikenal sebagai Cioko atau sembahyang rebutan. Di Asia Tenggara, selain Indonesia, lebih dikenal sebagai Hungry Ghost Festival.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kepulauan Bangka Belitung Yan Megawandi mengatakan, rangkaian perayaan hari besar keagamaan umat Islam di Bangka setiap tahun dimulai dari Desa Kenanga, Kabupaten Bangka. Mereka merayakan 1 Muharam atau tahun baru Hijriah besar-besaran. ”Di Kenanga, pada 1 Muharam persis seperti Idul Fitri,” tuturnya.

Perayaan dilanjutkan ke selatan Desa Kenanga pada Rabu terakhir bulan Safar atau bulan kedua dalam kalender Hijriah. Pada hari itu, warga Desa Air Anyir, Bangka, merayakan Rabu Kasan dengan beramai-ramai ke masjid desa lalu ke Pantai Air Anyir. Di masjid, mereka makan bersama dengan tradisi nganggung.

Setelah itu, mereka ke pantai untuk melepas perahu berisi aneka makanan. Sedekah itu diiringi doa agar mereka dijauhkan dari segala kesusahan. Selepas melarung, mereka membuka rumah masing-masing lalu menjamu tamu yang datang. Orang yang datang bisa dari kabupaten lain.

Sebulan kemudian, warga Kecamatan Mendo Barat gantian merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW. Perayaan itu setiap 12 Rabiulawal, bulan ketiga dalam kalender Hijriah.

Lima bulan kemudian, pada bulan Syakban atau bulan kedelapan dalam kalender Hijriah, warga Tempilang di Bangka Barat dan Merawang punya perayaan. Warga Tempilang menggelar Perang Ketupat pada minggu kedua Syakban. Sementara warga Merawan menggelar Mandi Belimau pada minggu ketiga Syakban. ”Kedua perayaan itu untuk menyambut Ramadhan,” ujar Yan.

Setelah itu, seperti lazimnya Muslim di daerah lain, Muslim di Bangka juga merayakan Idul Fitri dan Idul Adha. Idul Fitri pada bulan ke-10 atau Syawal, sementara Idul Adha pada bulan ke-12 atau Zulhijah.

”Seluruh perayaan itu dirayakan seperti lazimnya Lebaran. Warga memasak aneka makanan dan kue. Mereka menyambut tamu dari berbagai tempat dan agama. Anak-anak berburu uang saku, seperti angpau kalau Imlek,” kata Yan.

Pada hari-hari perayaan itu, seluruh keluarga berkumpul. Tak peduli apa pun agamanya. Mereka hadir sebagai kerabat, bukan karena ikatan keagamaan.

”Pada hari-hari tersebut, lazimnya warga Melayu mengunjungi warga Tionghoa dan sebaliknya. Semua merasa orang Bangka,” tuturnya.

(Kris R Mada/Iwan Santosa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com