Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bawang Diimpor, Pekerja Diekspor

Kompas.com - 18/12/2011, 21:20 WIB

Tidak semua orang di Sembalun sanggup menjadi porter. Sebagian lain memilih menjadi buruh migran di Malaysia atau Arab Saudi. Sembalun pun berkontribusi menempatkan Lombok Timur sebagai ”pengekspor” besar tenaga kerja Indonesia (TKI).

”Menjadi tenaga kerja di luar negeri, seperti Arab dan Malaysia, menjadi tren setelah hancurnya bawang putih,” kata Rusman. Survei Sosial Ekonomi Daerah 2004 mencatat, selama tahun itu, sebanyak 540 orang Sembalun menjadi TKI. Dari jumlah itu, 88 persen adalah lulusan sekolah dasar dan selebihnya berpendidikan SMP. Tanpa bekal pendidikan memadai, mereka rata-rata hanya mendapat tempat sebagai buruh kebun atau pembantu rumah tangga berpenghasilan kini Rp 2 juta-Rp 3 juta per bulan.

Sebagian TKI memang beruntung mendapat majikan baik dan bisa mengirim uang. Namun, banyak yang gagal lantaran tertipu. Bahkan, banyak yang disiksa majikan hingga tewas.

Dian termasuk yang merasa gagal selama menjadi TKI di Malaysia. ”Agen (TKI) cuma cerita yang baik-baik,” katanya. Kenyataannya jauh berbeda. Begitu sakit, TKI harus membayar sendiri pengobatan. Upah pun banyak dipotong. ”Kami dipermainkan,” katanya.

Rahidun (22) juga memiliki kenangan buruk selama menjadi TKI. Sejak usia 14 tahun, dia menjadi TKI di Sabah, Malaysia, sebagai buruh kebun sawit. ”Mandor tempat kerja pertama saya menipu dan memotong gaji saya. Dokumen saya juga ditahan mereka,” ujarnya.

Dia pindah ke kebun sawit lain dan bertahan selama setahun sebelum ditangkap polisi Malaysia lantaran tidak mempunyai dokumen imigrasi dan dokumen kerja. Dia dipulangkan setelah dipenjara. ”Menjadi petani dan TKI sama-sama seperti berjudi. Tidak ada jaminan,” keluh Dian, putus asa.

Berkah alam yang subur dan cocok untuk bertani ternyata tidak mampu menjamin kemakmuran. Kini, warga di lereng Rinjani berlomba ”berjudi” di Malaysia. Setelah bawang putih diimpor, pemerintah rupanya lebih suka ”mengekspor” tenaga kerja.

(Agung Setyahadi/Ahmad Arif)

Ikuti perkembangan Ekpedisi Cincin Api di: www.cincinapi.com atau melalui facebook: ekspedisikompas atau twitter: @ekspedisikompas

 

Lihat Ekspedisi Cincin Api - Rinjani di peta yang lebih besar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com