Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bawang Diimpor, Pekerja Diekspor

Kompas.com - 18/12/2011, 21:20 WIB

Titik balik

Namun, kejayaan bawang putih di Sembalun saat itu dianggap masih belum cukup. Pemerintah mengenalkan pupuk kimia untuk menggenjot produksi seiring dengan program intensifikasi yang saat itu digalakkan.

Hasilnya, produksi bawang putih di Sembalun melonjak menjadi 12 ton per hektar. Menurut Rusman, lonjakan produktivitas itu tidak bertahan lama. Tanah subur justru perlahan menjadi tandus karena penggunaan pupuk kimia yang berlebihan. Hasil panen kemudian menjadi kurang dari 5 ton per hektar.

Persoalan bertambah pelik dengan masuknya bawang putih impor yang merajalela sejak 1982. Tahun itu, bawang putih impor mencapai 20.000 ton, sedangkan produksi dalam negeri hanya 13.000 ton. Harga bawang putih dari China, Taiwan, dan India itu lebih murah dibandingkan dengan produksi lokal. Hal ini membuat petani tidak sanggup bertahan. Semua sentra bawang putih di Indonesia terpukul, termasuk Sembalun.

Di tengah kondisi ini, pemerintah berkampanye berada di pihak petani dan ingin menertibkan impor bawang putih ini. Bahkan, pada tahun 1987, Presiden Soeharto datang ke Sembalun untuk menghadiri panen raya bawang putih.

Namun, laju impor bawang putih tetap tidak terbendung. Bahkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tahun 2002, volume impor bawang putih melonjak hingga 228.699 ton.

”Mendadak semuanya hancur,” ujar Rusman. Petani Sembalun mulai meninggalkan bawang putih. Pada tahun 2000, produksi bawang putih di Lombok Timur mencapai 51.240 ton, tetapi pada tahun 2008 tinggal 11.241 ton.

Sebagian petani beralih menanam tomat dan cabai yang modalnya lebih kecil serta mudah dijual. Namun, penggantian komoditas tidak membuat petani makmur. Lahan mereka telanjur tandus dan kebijakan yang tetap belum berpihak kepada petani membuat mereka terpuruk hingga kini.

Sebagian petani memilih menelantarkan lahan. Syaifudin (30), misalnya, sejak setahun terakhir membiarkan lahannya dan memilih menjadi porter pendakian ke Gunung Rinjani. ”Percuma ditanami,” ujar Syaifudin. ”Bukan untung, malah rugi.”

Menjadi TKI

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com