Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepala Suku Dukung Pemogokan Pekerja

Kompas.com - 27/09/2011, 20:19 WIB
Josie Susilo Hardianto

Penulis

TIMIKA, KOMPAS.com — Kepala suku dan tokoh masyarakat dari tujuh suku di wilayah operasi PT Freeport Indonesia mendukung pemogokan pekerja perusahaan tambang itu.

Menurut mereka, pemogokan itu memiliki dampak baik bagi kesejahteraan pekerja, keluarga, maupun  masyarakat tujuh suku. Masyarakat tujuh suku itu adalah Amungme, Kamoro, Mee, Dani, Moni, Damal, dan Nduga.

Ketika dihubungi, Selasa (27/9/2011), Ketua Bidang Organisasi SPSI PT Freeport Indonesia Virgo Salossa menyambut baik dukungan itu. Menurut dia, para pemuka masyarakat itu memahami persoalan ketidakadilan yang selama ini dialami pekerja. Selama 40 tahun beroperasi, Freeport ternyata tidak mampu menyejahterakan masyarakat di wilayah itu serta pekerja mereka.

Dukungan itu diwujudkan dalam bentuk surat yang dikirimkan kepada Ketua Dewan Freeport McMoran Copper & Gold, ames R Moffet, dan Presiden Direktur  Richard C Adkerson.

Surat itu ditandatangani oleh Kepala Suku Amungme Anis Natkime, Kepala Suku Kamoro Canisius Y Amareyau, Kepala Suku Wilayah Amungsa Victor Beanal, serta tokoh pemuda Amungsa, Jecky Amisim, dan tokoh pemuda Mimika, Donny M Emeyauta.

Grasberg ditutup

Dalam surat bertanggal 25 September, para tokoh masyarakat itu meminta agar para petinggi Freeport McMoran segera menjawab tuntutan pekerja. Jika permintaan itu tidak segera ditanggapi, mereka sepakat untuk menutup tambang Grasberg.

Sebelumnya Kepala Suku Amungme Anis Natkime mengatakan, selama ini operasi PT Freeport Indonesia tidak hanya merusak dan menghancurkan lingkungan hidup mereka. Operasi yang memberikan banyak penghasilan bagi perusahaan itu,ternyata tidak memberikan banyak manfaat dan kesejahteraan bagi pekerja dan warga di sekitar wilayah operasi tambang .  

”Nanti jika tambang sudah selesai, apa yang akan kami dapat? Hanya kehancuran saja,” kata Anis Natkime.

Dana 1 persen, dana perwalian, menurut Anis, diberikan oleh perusahaan itu setelah masyarakat pemilik ulayat marah.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com