Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bung Karno di Dadaku

Kompas.com - 05/06/2011, 04:29 WIB

”Saya memang ingin baju dengan nuansa keindonesiaan tidak harus benar-benar terlihat tradisional, tetapi harus tetap bisa cocok buat clubbing. Batik saya jadikan urban batik, fusion batik, sehingga brand ini saya harapkan jadi urban brand,” ujar Daniel, pertengahan pekan lalu.

Koleksi Urban Batik ini dipersembahkan untuk generasi muda sebagai apresiasi terhadap batik yang makin digemari, seiring dengan ditetapkannya batik sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia oleh UNESCO pada tahun 2009. Jadi, siapa bilang batik tidak bisa dipakai untuk clubbing? Dengan kreativitas pembuatnya, batik atau kain tradisional lainnya bisa dikenakan kapan pun, ke mana pun, dan oleh siapa pun.

Etnis-modern

Dipandang sebagai faktor yang bisa menjadi keunggulan produk lokal dibandingkan merek internasional, unsur etnik dipilih banyak perancang busana untuk tema koleksi mereka meski dengan penerjemahan yang berbeda.

Ada yang memakai kain tradisional dari atas hingga ke bawah. Namun, tak sedikit pula yang mengombinasikan dengan bahan dan jenis busana lain agar produk mereka bisa menjangkau konsumen yang lebih luas.

Dalam acara Jakarta Fashion and Food Festival 2011, Mei lalu, Stephanus Hamy, yang selama delapan tahun terakhir konsisten menggali tenun Nusa Tenggara Timur untuk lini utama Hamy Culture, kali ini mencoba merangkul kelas menengah dalam label Earthnic.

Dengan Earthnic, Hamy menunjukkan modernitas kain tradisional dengan memadukan blus dan jaket dari tenun dengan kaus, tank top, celana panjang, atau rok pendek dari bahan denim. Padu padan ini membuat tenun yang lebih sering dikoleksi sebagai kain atau bahkan berfungsi sebagai aksesori rumah berubah menjadi busana bergaya modern.

Hamy menilai, saat ini masyarakat semakin bisa menerima busana bertema etnik, termasuk tenun. Salah satu indikatornya adalah dengan semakin banyak permintaan kemeja, jaket, rok, dan jenis busana lainnya dari bahan tenun.

Sentuhan etnik, tetapi bergaya modern juga dibuat Musa Widyatmodjo yang memakai lurik untuk koleksi terbaru, M by Musa, Carmanita, Ari Seputra yang mengubah sarung menjadi gaun-gaun cantik, Dina Midiani, dan Barli Asmara yang mengubah tenun Makassar menjadi gaun cocktail.

Untuk jenis baju muslim, kain dengan motif etnik juga menjadi pilihan banyak desainer, seperti Merry Pramono yang mengeksplorasi berbagai motif batik, Dian Pelangi yang memakai songket, dan Nieta Handayani yang menggunakan tenun Tarutung. Jadi, tak heran kalau busana muslim Indonesia selalu terlihat lebih modis dibandingkan busana muslim dari negara lain.

Untuk mereka yang tak bisa menjangkau harga produk desainer, tersedia pilihan lebih murah di berbagai pusat belanja kelas menengah. Di area Pusat Batik Nusantara, Thamrin City, misalnya, pengunjung bisa membeli pakaian dengan desain yang mirip karya perancang ternama. Mau jaket batik lawasan yang mirip karya Anne Avantie atau jaket tenun ala Hamy? Semuanya tersedia.... (NUR HIDAYATI/SARIE FEBRIANE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com