Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Evakuasi Lewat Laut Bisa Jadi Pilihan

Kompas.com - 27/05/2011, 04:05 WIB

Erupsi yang berulang kali terjadi ternyata tidak menghentikan denyut kehidupan 185.705 warga Ternate di kaki dan punggung Gamalama. Jumlah penduduk malah terus bertambah dengan laju 4,72 persen per tahun. Adapun angka kepadatan penduduknya telah mencapai 740 orang per kilometer persegi.

Kian padatnya penduduk tentu akan sangat berbahaya jika Gamalama meletus kembali. Apalagi Ternate hanyalah pulau kecil. Jarak terjauh dari puncak gunung ke pantai terluar di pulau hanya 7 kilometer.

Dengan demikian, hujan abu, lontaran atau guguran batu pijar, awan panas, dan lahar yang mungkin muncul saat letusan bisa sangat cepat sampai ke kaki gunung, tidak sampai setengah jam.

Peta kawasan bencana

Tahun 1996, Badan Geologi telah menyusun peta kawasan rawan bencana dengan tiga kawasan ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana. Peta ini bahkan bisa terlihat di sejumlah papan reklame ukuran besar di sejumlah kampung meski kondisi peta terlihat memudar.

Kini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Ternate sedang memperbarui kembali peta itu, termasuk potensi bencana lain yang mungkin terjadi. Peta ini akan memasukkan jalur evakuasi, posko pengungsian, dan tindakan-tindakan tanggap darurat yang akan dilakukan jika bencana terjadi.

”Evakuasi melalui laut mungkin akan menjadi pilihan mengingat seluruh Ternate berpotensi terkena dampak letusan. Kalaupun ada posko pengungsian, mungkin sifatnya hanya sementara sebelum warga dievakuasi ke pulau lain,” kata Sekretaris BPBD Ternate Sukarjan Hirto.

Akan tetapi, sejak awal disadari pula bahwa evakuasi lewat jalur laut itu juga bukan urusan mudah. Pasalnya, semua pelabuhan penyeberangan ke pulau lain, seperti Tidore atau Halmahera, ada di selatan pulau. Sementara evakuasi melalui udara sangat tidak mungkin karena abu letusan gunung akan menghentikan aktivitas penerbangan di Bandara Sultan Babullah, Ternate.

”Kami sekarang masih membahas semuanya. Mungkin pertengahan tahun ini, peta tersebut sudah tuntas,” tambahnya.

Arbi Haya, Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, mengingatkan, setelah daerah rawan bencana ditetapkan, pemerintah akan melarang pembangunan rumah atau bangunan lainnya di daerah itu. Pasalnya, kini di sejumlah daerah yang pernah terkena letusan Gamalama, seperti di kawasan Batu Angus, muncul bangunan-bangunan baru milik warga yang mengabaikan kondisi kalau daerah itu pernah terkena imbas letusan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com