Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politik Anggaran yang Tak Memihak Orang Miskin

Kompas.com - 10/03/2011, 05:14 WIB

Beberapa kritik yang muncul dalam seminar Kompas di antaranya adalah selama ini upaya penanggulangan kemiskinan semata dipahami sebagai program pemberantasan kemiskinan, bukan ”strategi dan kebijakan” penanggulangan kemiskinan. Akibatnya, upaya mengatasi kemiskinan cenderung dijawab hanya dengan ”program untuk orang miskin” yang dibiayai dengan APBN dan/atau dana-dana swasta. Demikian pula, kebijakan ”pro-poor budget” juga secara sempit dimaknai sekadar sebagai ”budget for the poor”.

Penyederhanaan

Akibat pemahaman yang kurang tepat ini, kinerja pemberantasan kemiskinan lebih banyak diukur dari: berapa besar dana APBN yang dialokasikan untuk program penanggulangan kemiskinan dan sudahkah dana tersebut dikelola secara efisien dan tidak dikorupsi; dan bukannya seberapa jauh upaya tersebut bukan saja berhasil mengangkat orang miskin tak sekadar keluar dari kubangan kemiskinan, tetapi juga menciptakan kelas menengah baru dan tumbuhnya pengusaha-pengusaha baru dari kelompok miskin di berbagai sektor.

Kita tersalip China, Vietnam, dan Laos yang baru belakangan membangun. Pada 2009, baru 10,7 persen penduduk Indonesia yang tergolong kelas menengah dan kelas menengah atas, sementara China sudah 66 persen pada 2007. Tahun 1990, angka kemiskinan China diukur dari pendapatan 1 dollar AS per hari, besarnya masih 31,5 persen, sementara Indonesia 26 persen.

Sekarang, angkanya sama, sekitar 6 persen. Namun diukur dari pendapatan 2 dollar AS per hari, angka kemiskinan di China menurun drastis dari 70 persen menjadi 21 persen, sementara Indonesia hanya turun dari 71 persen menjadi 42 persen.

Kunci keberhasilan China adalah pembangunan yang dimulai dari desa dan pertanian. Sementara kita, lebih bias kota, dengan desa yang menjadi rumah 60 persen penduduk miskin dan sektor pertanian yang menampung 41 juta tenaga kerja justru dianaktirikan. Program kemiskinan belum menyentuh langsung akar persoalan kemiskinan dan hak-hak dasar kelompok miskin, tak memiliki karakter penguatan lokal dan tak mengatasi masalah kemiskinan yang multidimensi.

Lebih sering, orientasi dan strategi pembangunan ekonomi kita tidak menyambung dengan program pemberantasan kemiskinan. Bahkan, tak jarang kebijakan pembangunan dan program kemiskinan justru kontraproduktif dengan upaya mengurangi kemiskinan itu sendiri.

Politik pencitraan membuat pemerintah lebih mengedepankan berkilaunya indikator-indikator makroekonomi, sementara sektor riil terbengkalai. Banyak kebijakan untuk memoles sisi makro, justru kontraproduktif bagi sektor riil, sektor mikro, atau tujuan penguatan ekonomi domestik dan pemberantasan kemiskinan.

Ini terlihat tak hanya dalam rezim pajak, impor beras, suku bunga, perdagangan, kebijakan energi, tetapi juga infrastruktur dan pelayanan dasar kesehatan pendidikan yang justru semakin meminggirkan mereka yang miskin dan marjinal.

Akibatnya, kemiskinan tidak kunjung berkurang secara signifikan, kendati perekonomian tumbuh. Pengurangan kemiskinan tak berdimensi jangka panjang. Kegagalan dalam pemberantasan kemiskinan juga bukan dijawab dengan melakukan koreksi terhadap strategi pembangunan ekonomi yang tidak menyejahterakan dan tak menyelesaikan kemiskinan, tetapi sekadar dengan membuat berbagai program penanggulangan kemiskinan baru.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com