Sebagian besar nelayan di Rembang, Tegal, dan Cilacap (Jateng) hingga kini memilih tidak melaut karena cuaca yang mebahayakan keselamatan. Nelayan yang melaut hanya menangkap ikan dalam jarak dekat dan maksimal sehari kembali. Mereka umumnya lalu bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Imam, nelayan Desa Manggar, Kecamatan Sluke, Rembang, mengatakan, jika cuaca memburuk, mereka segera kembali ke darat. ”Tidak banyak ikan yang saya dapat. Paling rajungan,” ujarnya.
Sumadi (61), nelayan asal Binangun Indah, Rembang, mengaku sudah sebulan bekerja mencari pasir untuk bahan bangunan. ”Satu rit bisa dapat Rp 100.000,” ungkapnya.
Di Kota Tegal, para buruh industri pengolah ikan terpaksa bekerja serabutan karena pabrik itu sering berhenti berproduksi. Sulamah (35), buruh pengeringan ikan asin Pelabuhan Tegalsari, banting setir menjadi buruh tani di Desa Kertayasa, Kecamatan Kramat. Di Cilacap, nelayan juga masih takut melaut karena cuaca sulit diprediksi.
Di Pulau Madura, arus penumpang dan barang berangsur normal dengan berakhirnya imbauan untuk tidak berlayar di tengah cuaca buruk. Bahan kebutuhan pokok dan bahan bakar yang tertahan 12 hari di Pelabuhan Kalianget, Kabupaten Sumenep, Jatim, akhirnya diberangkatkan ke Pulau Kangean.
Di Pelabuhan III Kalianget, Kapal Motor Dharmabahari Sumekar I sudah diberangkatkan ke Pulau Kangean, Selasa (18/1) pagi. Bersama penumpang, setidaknya 20 mobil dengan bawaan sekitar 30 ton bahan makanan dan sandang terangkut. (SIN/RAZ/BEE/HEN/WIE/DIK/HAN/SEM/RIZ)