Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kawasan Tanpa Rokok ala Desa Bone-Bone

Kompas.com - 13/12/2010, 05:17 WIB

Pencanangan kawasan bebas asap rokok merupakan inisiatif Kepala Desa Bone-Bone Muhammad Idris (45) pada tahun 2000. Kala itu, ia prihatin dengan banyaknya anak-anak usia SD hingga remaja yang merokok. Pemahaman tentang bahaya merokok minim mereka dapatkan mengingat kebiasaan tersebut dilakukan orangtua pada umumnya.

Mantan loper koran yang lulusan IAIN Alauddin itu pun menuangkan program kawasan bebas asap rokok dalam peraturan dusun (Status Bone-Bone baru berubah menjadi desa pada tahun 2008). Meskipun secara tegas telah melarang penjualan rokok di dusunnya, ia masih mengizinkan warga merokok di dalam rumah. Hal ini untuk ”mengompromi” permintaan warga yang keberatan jika larangan merokok langsung diberlakukan di seluruh wilayah.

Setelah tahun 2003, warga tidak boleh lagi merokok di kawasan desa termasuk di rumah. Dalam kurun itu pula, setiap bulan, Idris bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Enrekang mengadakan penyuluhan tentang bahaya merokok bagi kesehatan.

Di sisi lain, toleransi juga berlaku bagi para pendatang saat awal mula penetapan kawasan tanpa rokok. Warga dari luar dusun diperbolehkan merokok selama tiga hari. Namun, mereka akan diminta pulang jika melanggar aturan tersebut. Saat ini pendatang sama sekali tak diperkenankan merokok jika berkunjung ke Desa Bone-Bone.

Secara bertahap, aturan larangan merokok juga disertai dengan sanksi. Warga yang ketahuan merokok di kawasan desa wajib terlibat dalam kegiatan untuk kepentingan umum, seperti pembenahan jalan rusak, pembangunan fasilitas umum, dan pembersihan jalan. Sanksi ini dinilai cocok untuk mendidik warga ketimbang denda berupa uang tunai.

Bahaya merokok kian mendapat perhatian dari warga ketika Hanaki harus menjalani katerisasi jantung pada tahun 2005 di Malaysia. Menurut analisis dokter, penyakit Hanaki yang saat itu berprofesi sebagai tenaga kerja wanita terjadi akibat menjadi perokok pasif selama bertahun-tahun.

Kejadian yang menimpa Hanaki ternyata mengubah pola hidup warga secara signifikan. Selama tiga tahun terakhir, Desa Bone-Bone benar-benar bebas dari asap rokok. Warga mulai dari anak-anak hingga dewasa tak segan menegur siapa pun yang merokok di kawasan desa.

Menurut Idris, upaya mengawasi perilaku warga desa sejauh ini relatif lancar. Kondisi geografis desa yang terletak di dataran tinggi membuat bau asap rokok dapat tercium hingga radius sekitar 200 meter. ”Saya juga tidak khawatir jika ada warga yang nekat merokok di dalam rumah karena anggota keluarga ikut mengontrol,” ungkapnya.

Aturan bebas asap rokok turut memperbaiki kondisi kesehatan warga. Rahmatia, pegawai kesehatan di Desa Bone-Bone, mengatakan, dalam setahun terakhir tidak ada lagi warga yang menderita batuk berdahak akibat kebiasaan merokok. Penyakit influenza yang masih terjadi saat ini pada umumnya dipicu anomali cuaca.

Idris bersama warga juga menyepakati sejumlah aturan lain yang dibuat demi kemajuan desa. Sejak tiga tahun lalu, warga yang ingin menikah wajib menanam minimal lima bibit pohon surian (Toona sureni) di lahan masing-masing. Hal ini bertujuan menjaga kelestarian kayu surian yang biasa digunakan warga setempat sebagai bahan bangunan rumah.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com