Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kawasan Tanpa Rokok ala Desa Bone-Bone

Kompas.com - 13/12/2010, 05:17 WIB

Bagi para perokok, secangkir kopi panas biasanya belum cukup menghangatkan tubuh di daerah ketinggian yang berhawa dingin. Rasa menggigil seolah baru benar-benar sirna ketika merokok. Namun, sugesti itu mentah di kalangan warga Desa Bone-Bone, Kecamatan Baraka, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, yang berlokasi di kaki Gunung Latimojong, 1.500 meter dari permukaan laut.

Suasana antirokok begitu terasa saat memasuki desa yang berpenduduk 801 jiwa tersebut. Tanda larangan merokok langsung terpampang pada baliho besar tepat di gerbang masuk Desa Bone-Bone, sekitar 300 kilometer sebelah utara Kota Makassar. Sejumlah papan berisi larangan merokok dan imbauan untuk menjaga kesehatan juga menghiasi sudut-sudut desa seluas sekitar 800 hektar itu.

Welly P (67), warga Dusun Buntu Billa, sudah 10 tahun terakhir tidak lagi merokok. Kebiasaan itu ia tinggalkan seiring diberlakukannya larangan merokok di Desa Bone-Bone tahun 2000. Meskipun awalnya tersiksa karena mengaku sulit berkonsentrasi, lambat laun Welly mulai menuai manfaat berhenti merokok.

Kakek dari empat orang cucu itu tak lagi ngos-ngosan ketika harus berjalan kaki menuju kebun kopi yang terletak sekitar 1,5 kilometer dari rumahnya. Jalan terjal dan berbatu mampu dilalui Welly tanpa harus mengaso sejenak. Sama halnya ketika ia pulang dengan memanggul 40-50 kilogram (kg) biji kopi yang dipetiknya dari kebun seluas 1 hektar peninggalan kedua orangtuanya.

Kondisi tersebut kontras dengan yang dialami Welly saat masih menghabiskan tiga bungkus rokok sehari. Kala itu, suami dari Hanaki (47) ini harus berulang kali beristirahat untuk mencapai kebun. Dada yang terasa sakit karena batuk membuat Welly cepat merasa lelah. Saat pulang dari kebun pun, ia hanya mampu memanggul paling banyak 20 kg biji kopi.

Pengaruh negatif merokok juga dirasakan Darwis (39), warga Dusun Bungin-Bungin. Ayah dua orang putra itu hanya 2-3 kali memetik biji kopi di kebun dalam sepekan karena sering sakit dan didera rasa malas. ”Badan rasanya ngilu kalau bekerja keras,” tutur lelaki yang sudah merokok sejak usia 6 tahun ini.

Sejak meninggalkan kebiasaan merokok 10 tahun silam, semangat kerja Darwis perlahan tumbuh kembali. Ia memerah susu kerbau sebelum berangkat ke kebun pada pukul 08.00 Wita. Perahan susu kerbau dimanfaatkan warga setempat untuk membuat dange, penganan khas Desa Bone-Bone. Sepulang dari kebun pada sore harinya, Darwis mengisi waktu dengan membelah kayu bakar untuk memasak.

Rutinitas itulah yang membuat mayoritas dari 140 keluarga di Desa Bone-Bone mampu meninggalkan kebiasaan merokok. Berbagai kesibukan tersebut cukup efektif menjauhkan mereka dari godaan merokok.

Dilarang jual rokok

Acara kumpul-kumpul pada malam hari yang biasa dihadiri pemuda dan bapak-bapak juga tetap berlangsung guyub meskipun tanpa kepulan asap rokok. Mereka hanya mengenakan kain sarung untuk menangkal hawa dingin sambil menyeruput kopi hangat yang disajikan bersama pisang goreng.

Pencanangan kawasan bebas asap rokok merupakan inisiatif Kepala Desa Bone-Bone Muhammad Idris (45) pada tahun 2000. Kala itu, ia prihatin dengan banyaknya anak-anak usia SD hingga remaja yang merokok. Pemahaman tentang bahaya merokok minim mereka dapatkan mengingat kebiasaan tersebut dilakukan orangtua pada umumnya.

Mantan loper koran yang lulusan IAIN Alauddin itu pun menuangkan program kawasan bebas asap rokok dalam peraturan dusun (Status Bone-Bone baru berubah menjadi desa pada tahun 2008). Meskipun secara tegas telah melarang penjualan rokok di dusunnya, ia masih mengizinkan warga merokok di dalam rumah. Hal ini untuk ”mengompromi” permintaan warga yang keberatan jika larangan merokok langsung diberlakukan di seluruh wilayah.

Setelah tahun 2003, warga tidak boleh lagi merokok di kawasan desa termasuk di rumah. Dalam kurun itu pula, setiap bulan, Idris bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Enrekang mengadakan penyuluhan tentang bahaya merokok bagi kesehatan.

Di sisi lain, toleransi juga berlaku bagi para pendatang saat awal mula penetapan kawasan tanpa rokok. Warga dari luar dusun diperbolehkan merokok selama tiga hari. Namun, mereka akan diminta pulang jika melanggar aturan tersebut. Saat ini pendatang sama sekali tak diperkenankan merokok jika berkunjung ke Desa Bone-Bone.

Secara bertahap, aturan larangan merokok juga disertai dengan sanksi. Warga yang ketahuan merokok di kawasan desa wajib terlibat dalam kegiatan untuk kepentingan umum, seperti pembenahan jalan rusak, pembangunan fasilitas umum, dan pembersihan jalan. Sanksi ini dinilai cocok untuk mendidik warga ketimbang denda berupa uang tunai.

Bahaya merokok kian mendapat perhatian dari warga ketika Hanaki harus menjalani katerisasi jantung pada tahun 2005 di Malaysia. Menurut analisis dokter, penyakit Hanaki yang saat itu berprofesi sebagai tenaga kerja wanita terjadi akibat menjadi perokok pasif selama bertahun-tahun.

Kejadian yang menimpa Hanaki ternyata mengubah pola hidup warga secara signifikan. Selama tiga tahun terakhir, Desa Bone-Bone benar-benar bebas dari asap rokok. Warga mulai dari anak-anak hingga dewasa tak segan menegur siapa pun yang merokok di kawasan desa.

Menurut Idris, upaya mengawasi perilaku warga desa sejauh ini relatif lancar. Kondisi geografis desa yang terletak di dataran tinggi membuat bau asap rokok dapat tercium hingga radius sekitar 200 meter. ”Saya juga tidak khawatir jika ada warga yang nekat merokok di dalam rumah karena anggota keluarga ikut mengontrol,” ungkapnya.

Aturan bebas asap rokok turut memperbaiki kondisi kesehatan warga. Rahmatia, pegawai kesehatan di Desa Bone-Bone, mengatakan, dalam setahun terakhir tidak ada lagi warga yang menderita batuk berdahak akibat kebiasaan merokok. Penyakit influenza yang masih terjadi saat ini pada umumnya dipicu anomali cuaca.

Idris bersama warga juga menyepakati sejumlah aturan lain yang dibuat demi kemajuan desa. Sejak tiga tahun lalu, warga yang ingin menikah wajib menanam minimal lima bibit pohon surian (Toona sureni) di lahan masing-masing. Hal ini bertujuan menjaga kelestarian kayu surian yang biasa digunakan warga setempat sebagai bahan bangunan rumah.

Bahan pengawet

Dua tahun berselang, muncul aturan yang melarang warga memelihara atau mengonsumsi ayam broiler. Kebijakan itu dipicu wabah flu burung yang menyebabkan puluhan ayam di Bone-Bone mati. Sejak itulah warga mulai mengembangkan peternakan ayam kampung untuk memenuhi kebutuhan pangan saat bergotong royong membangun rumah ataupun acara syukuran.

Adapun aturan yang membatasi konsumsi makanan berbahan pengawet baru diterapkan mulai tahun ini. Toko kelontong milik koperasi desa tidak menjual penganan yang mengandung bahan kimia untuk penyedap rasa atau Mono sodium glutamat (MSG). Jajanan untuk anak-anak hanyalah cokelat, biskuit, dan kue buatan warga setempat, seperti wajik, donat, dan dange.

Masing-masing keluarga juga sepakat menyumbangkan uang Rp 3.000 untuk pembuatan bubur kacang hijau setiap bulan. Konsumsi bubur kacang hijau secara teratur diharapkan membantu perkembangan sel otak anak-anak dan menjaga stamina warga yang telah berumur.

Upaya yang telah dilakukan warga Desa Bone-Bone mulai menginspirasi beberapa desa di Enrekang, seperti Kendenan dan Kadinge. Kedua desa itu sudah mengukuhkan diri sebagai kawasan tanpa rokok sejak beberapa bulan lalu. Bupati Enrekang, La Tinro La Tunrung, juga berencana memunculkan desa bebas asap rokok lain di Kecamatan Ala dan Anggeraja mulai tahun depan.

”Saya berharap desa lain mengikuti apa yang telah dilakukan warga Desa Bone-Bone,” ujar bupati yang berhenti merokok sejak tiga tahun lalu ini. Pencapaian warga Bone-Bone ini terpilih sebagai salah satu praktik cerdas yang ditampilkan yayasan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) dalam Forum KTI V awal November lalu di Ambon, Maluku.

Apa yang telah dilakukan Idris dan kawan-kawan sebenarnya bukan hal baru. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Surabaya sudah lama mendambakan kawasan tanpa rokok di wilayah masing-masing. Namun, warga Desa Bone-Bone menunjukkan bahwa itu hanya dapat dicapai dengan kepemimpinan yang kuat dan komitmen bersama.

”Seha’ki yake e’da ta mappelo’ mane (Tidak merokok itu sehat, Saudara)!”

(ASWIN RIZAL HARAHAP)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com