BANYUMAS, KOMPAS.com - Singkong, tanaman dari Kepulauan Antilen Kecil di Karibia yang baru "mendarat" di Jawa dua dekade setelah Perang Diponegero 1825-1830, rupanya mengalami "evolusi" paling mengagumkan di Banyumas, Jawa Tengah.
Sudah jamak, tanaman singkong biasa hanya dapat menghasilkan dua sampai lima kilogram singkong per pohon. Tapi di tangan Tumarjo (57), petani dari Desa Kebasen, Kecamatan Kebasen, Kabupaten Banyumas, sebatang pohon bisa membuahkan satu setengah kuintal singkong. Mungkinkah?
Tumarjo sudah menjawabnya sejak tahun 2007, tapi tak hiruk-pikuk. Ia menggunakan teknik biasa, menyambung (grafting) antara batang singkong karet dengan singkong gatotkaca, mengacu nama tokoh pewayangan yang bisa terbang.
Namun, singkong itu hanya dikonsumsi keluarganya sendiri dan tak dijual. "Petani lain juga belum ada yang tertarik untuk tanam singkong saya ini. Mungkin belum berani," kata Tumarjo, Sabtu (22/5).
Tumarjo mengatakan, cara menyambung adalah batang singkong karet ditempatkan sebagai batang pada lapisan atas, sedang batang singkong gatotkaca yang ditanamkan di dalam tanah.
Menurut Anto (23), salah seorang anak Tumarjo, pertama kali ayahnya mencoba sistem penyambungan antara batang singkong karet dengan singkong armona. Penyambungan itu menghasilkan singkong berbentuk panjang.
Namun panjangnya ternyata bisa satu meter, melebihi singkong armona biasa yang hanya 20 sentimeter. "Singkong panjang-panjang itu lebih cocok untuk tape seperti di Jawa Barat," katanya.
Karena bentuknya yang panjang, Anto mengatakan, ayahnya tak menyukainya. Oleh karena itu, ayahnya mencoba menyambung batang singkong karet dengan gatotkaca yang memiliki bentuk umbi singkong lebih pendek dan bulat.
"Setelah disambung dengan jenis gatotkaca, hasilnya cukup bagus. Satu kali panen, satu pohon bisa menghasilkan satu sampai satu setengah kuintal," jelasnya.
Masa panen singkong hasil penyambungan singkong karet dan gatotkaca, kata Anto, sama dengan masa panen tanaman singkong pada umumnya, yakni 11 bulan.