Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nonton "Striptease" untuk Apa?

Kompas.com - 28/10/2009, 16:06 WIB

Di sudut lain ada seorang pria berbadan besar berkulit hitam khas Polynesia dengan rambut keritingnya. Ia duduk sendirian persis di depan sebuah bangku panjang kedua yang digunakan penari untuk beraksi.

Di meja Si Hitam itu saya melihat sebotol minuman berikut gelasnya dan sejumlah kertas-kertas kecil panjang berwarna gelap. Ukurannya sekiar 2 x 10 cm. Baru kemudian saya tahu bahwa amplop kecil itu adalah semacam angpau agar pengunjung bisa sedikit menyentuh si penari. Nilainya 10 dollar per amplop, bisa dibeli di bar atau lewat pelayan yang berkeliling ke meja-meja pengunjung.

Satu sesi pertunjukan biasanya berlangsung sekitar 10 menit dengan menampilkan dua penari sekaligus. Keduanya biasa naik ke panggung pertama yang ada tiang stainless-nya tadi masih dengan pakaian lengkap, meskipun tak sepenuhnya menutupi tubuhnya.

Di “panggung utama” itulah mereka meliuk-liukkan tubuhnya mengikuti irama musik yang kadang tak pas dengan gerakannya. Tarian “pembuka” itu tak sampai dua menit. Setiap penari biasanya lalu membuka sepatu dan baju luarnya hingga tersisa, maaf, bikininya saja.

Dengan hanya underwear two pieces itu, mereka kemudian berlenggak-lenggok di atas panggung kedua dan ketiga, persis di depan hidung pengunjung. Adegan itu pun tak lama karena mereka akan langsung membuka pakaian yang tersisa hingga betul-betul nude!

Namanya juga dunia hiburan, hukum ekonomi kapitalislah yang berlaku. Siapa punya uang itulah yang mendapat servis berlebih. Maka, siapa pun Anda, seburuk apa tampang Anda, kalau di atas meja Anda terlihat ada tumpukan amplop warna gelap, si penari akan beraksi persis di depan hidung Anda.

Tubuh polos itu akan meliuk-liuk, menggelepar-gelepar dan “makin terbuka” di depan hidung Anda. Aturan mainnya jelas, pengunjung boleh memelototi tubuh polos yang terbuka di depan hidung, memejamkan mata, menahan-nahan napas dengan lidah menjulur-julur sementara mata berkejap-kejap sambil bibir berdecak-decak, tetapi sama sekali tidak boleh memegang kulit apalagi mencolek tubuh si penari.

Maksimal yang diperkenankan hanyalah menyelipkan amplop berwarna gelap itu di ujung stocking yang dikenakan si penari. Itu saja! Bahwa ketika menyelipkan angpao itu jemari Anda sedikit menyentuh kulit si penari masih bolehlah. Tapi jika mau lebih jauh dari itu, Anda akan ditangkap dan disuruh keluar.

Maka, selama sekitar satu jam menonton pertunjukan tari tak senonoh itu, yang berkelebat di benak saya bukanlah keinginan untuk membeli amplop agar bisa sedikit menyentuh kulit mulus si penari, yang rata-rata muda, mulus, dan cantik, tetapi justru pertanyaan untuk apa mereka buang-buang uang ratusan dollar hanya untuk dibuat pening kepalanya.

Seperti Si Hitam Polynesia yang duduk di seberang kami itu, misalnya. Ketika saya masuk dia sudah terlihat pening kepalanya dan beberapa kali terlihat raut mukanya menyiratkan sebuah hasrat yang menggebu. Sepertinya dia ingin berbuat lebih jauh, tetapi sadar bahwa itu tak diperbolehkan. Maka, menenggak bir adalah jalan keluar sementara.

Dalam satu jam itu saya melihat Si Hitam sudah menyelipkan ke paha para penari yang berganti-ganti setidaknya 20-an amplop. Saya tidak tahu seberapa banyak yang sudah dia selipkan sebelumnya atau sesudah saya tinggalkan tempat itu.

Hitungan saya, 20 amplop saja berarti sudah 200 dollar atau Rp 1.600.000 ia buang untuk memberi tips kepada para penari. Belum lagi tiket masuk 20 dollar dan minuman yang paling murah Rp 40 dollar per botolnya.

Padahal kalau dipikir-pikir, apa yang dia dapat dari menonton pertunjukan semacam itu? Kepuasan batin? Ah masak! Yang pasti adalah pening kepala…. (M Suprihadi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com