Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membenahi Perusahaan Listrik Negara

Kompas.com - 10/01/2008, 19:31 WIB

Berhenti operasinya unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU Tanjung Jati B pada 31 Desember 2007 karena kekurangan pasokan batu bara mengundang komentar: mengurus satu pembangkit kapasitas 1.200 megawatt saja sudah kedodoran, bagaimana nanti kalau proyek 10.000 MW sudah berjalan?

Ironis, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) kembali menyalahkan faktor buruknya cuaca sebagai penyebab terhambatnya pasokan batu bara. Apabila dirunut, matinya pembangkit karena kekurangan pasokan ini sudah kejadian kedua.

Sebelumnya, pada Maret 2007, PLN menghentikan operasi PLTU Tanjung Jati juga karena alasan cuaca. Dua kapal pengangkut batu bara yang memaksa merapat terempas gelombang yang mengakibatkan rusaknya fasilitas dermaga bongkar. Akibatnya, selama dua minggu tidak ada batu bara yang masuk.

Hal serupa juga terjadi pada PLTU Cilacap. Pembangkit swasta yang dioperasikan PT Sumber Segara Primadaya ini pada Kamis (3/1) berhenti operasi karena kehabisan pasokan. Pengelola pembangkit mengaku stok batu bara yang tersedia hanya untuk 10 hari, di bawah standar minimal satu bulan.

Namun, benarkah buruknya cuaca sebagai satu-satunya penyebab terganggunya pasokan? Apakah keputusan Menneg BUMN memberhentikan Direktur Pembangkitan dan Energi Primer sudah didasari evaluasi menyeluruh terhadap manajemen pengelolaan kelistrikan?

Pertama, dari sisi perencanaan pembangkit. Kekurangan pasokan batu bara karena cuaca tidak pernah dikeluhkan pembangkit listrik lain yang sama-sama terletak di pantai utara Jawa.

General Manager PLTU Tanjung Jati B Basuki Siswanto mengakui, posisi dermaga yang tegak lurus dengan arah datangnya angin saat musim barat menyulitkan kapal pengangkut untuk masuk.

Tiga kapal pengangkut batu bara yang sudah dua minggu lebih menunggu di perairan Jepara tidak juga berhasil merapat karena kecepatan angin di atas 40 knot dan gelombang tinggi.

Seharusnya, kesalahan pembangunan semacam ini tidak terjadi jika mitigasi dalam perencanaan pembangkit berjalan baik. Pertanyaannya, mengapa tidak dilakukan antisipasi terhadap cuaca buruk, yaitu dengan menambah pasokan lebih dari biasa, yang hanya dua minggu menjadi minimal satu bulan.

Untuk kasus PLTU Tanjung Jati B, mencari tambahan batu bara tidak mudah karena spesifikasi batu bara yang digunakan berkalori tinggi, yaitu 5.900 kilokalori (kkal) per kilogram, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan standar PLTU, yang biasanya menggunakan 5.100 kkal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com