Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekayaan yang Jadi Kutukan

Kompas.com - 24/02/2009, 11:26 WIB

M Zaid Wahyudi

Sumber daya alam yang melimpah tak selamanya memberikan kesejahteraan bagi rakyat. Namun, bisa juga menjadi sumber bencana bagi mereka yang hidup saat ini ataupun bagi generasi mendatang.

Jalil Saleh (46), nelayan Desa Bukit Tinggi, Malifut, Halmahera Utara, tidak mengetahui kenapa udang-udang halus sebagai bahan baku terasi yang menjadi sumber utama penghidupannya berkurang drastis. Hal itu terjadi sejak beroperasinya perusahaan asing yang menambang emas di desanya.

Dulu, udang cukup diambil di pesisir pantai. Sekarang, meski sudah mendayung sampan hingga ke tengah laut, udang-udang halus itu sulit ditemukan. Laut hanya menyisakan ikan-ikan kecil yang tak memiliki nilai jual.

Hilangnya sumber penghidupan tersebut juga dialami Nuh Tatop (65), nelayan Desa Tabobo, Malifut. Kini penghasilannya hanya bertumpu pada hasil kebun yang tak seberapa. "Ada perusahaan pertambangan besar di desa kita, tetapi tingkat pengangguran tinggi. Perusahaan lebih banyak mempekerjakan orang dari luar desa," katanya.

Selain udang, ikan teri atau ngafi yang pernah menjadi produk perikanan utama Teluk Kao juga hilang. Ribuan bagan penangkap ikan teri yang dulu bertebaran di sepanjang pesisir teluk kini nyaris tak tersisa.

Tokoh masyarakat Desa Balesosang, Malifut, Pdt Yantje Namotemo, menambahkan, saat konflik sosial berkecamuk di seluruh Maluku, masyarakat banyak yang mengungsi. Saat itulah perusahaan pertambangan beroperasi di daerahnya. Ketika masyarakat kembali ke desa, teri-teri itu sudah tak ada lagi.

Dampak pertambangan

Karena laut tak dapat diandalkan, masyarakat beralih profesi menjadi petani kebun. Singkong, pisang, dan kelapa menjadi andalan setelah cengkeh dan pala yang bernilai jual tinggi musnah selama konflik.

Ketua Posko Pengaduan Organisasi Rakyat Bukit Tinggi, Malifut, A Muis Haruna, mengatakan, pertambangan tak hanya menghilangkan sumber pendapatan warga, tetapi juga membawa penyakit baru yang belum pernah ada di daerah mereka. Sebagian masyarakat menderita gatal dan benjolan pada kulit, mirip yang dialami masyarakat Buyat, Sulawesi Utara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com