KUPANG, KOMPAS.com - Ombudsman Nusa Tenggara Timur (NTT) menemukan adanya dugaan praktik pungutan liar di dalam Rutan Kelas II B Kupang terhadap para tahanan di sana.
Informasi ini diperoleh Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi NTT, Darius B Daton, saat mengunjungi eks warga binaan Rutan Kelas II B Kupang di Liliba, Jumat (7/6/2024) siang.
Kunjungan itu, kata Darius, untuk mendengarkan informasi terkait layanan terhadap tahanan dan narapidana selama berada di Rutan kelas II B Kupang.
"Kali ini saya kembali mendengar testimoni eks tahanan rutan dan masih seputar pungutan liar namun dengan nominal pungutan cukup besar."
"Dengan modus baru yaitu mengupayakan para tahanan agar bebas demi hukum," kata Darius kepada Kompas.com, Jumat malam.
Modus ini, lanjut Darius, dilakukan dengan sangat sistematis dengan melibatkan warga binaan dan diduga melibatkan pegawai pelayanan tahanan rutan.
Baca juga: KPK Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli di Rutan
Dia menyebutkan, beberapa warga binaan diduga menjadi kaki tangan oknum pegawai tertentu untuk membantu mereka yang masih berstatus tahanan.
Maksudnya, agar surat keputusan perpanjangan penahanan tidak diterima bagian pelayanan tahanan Rutan Kelas II B Kupang hingga batas waktu penahanan berakhir.
Dengan demikian, tahanan tersebut otomatis dinyatakan bebas demi hukum karena tidak ada lagi lembaga yang berwenang menahan.
Seharusnya, lanjut dia, koordinasi antara bagian pelayanan tahanan Rutan dan pihak yang menahan wajib dilakukan guna mencegah tahanan bebas demi hukum, jika masa penahanan akan berakhir.
Untuk urusan ini, para tahanan dibebani biaya mulai dari Rp 2 juta hingga Rp 40 juta.
Ada sejumlah tahanan, kata Darius, mengaku sudah menyerahkan uang tersebut. Namun, ternyata surat keputusan perpanjangan penahanan tetap dikeluarkan.
Uang yang telah diserahkan pun tidak bisa dikembalikan, atau paling untung hanya dikembalikan sebagian.
"Modus ini telah berlangsung bertahun-tahun dan sangat merugikan para tahanan dan keluarganya," ungkap Darius.
"Terhadap informasi tersebut, kami segera menyampaikan kepada Kakanwil Hukum dan HAM Provinsi NTT agar melakukan pemeriksaan lebih lanjut."