SEMARANG, KOMPAS.com - Kota Semarang memiliki beragam tradisi kebudayaan yang unik dan khas. Salah satunya, Sesaji Rewanda yang digelar tiap tahun oleh warga Talun Kacang, Kelurahan Kandri, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang.
Sesaji Rewanda merupakan salah satu bentuk tradisi untuk menumpahkan rasa syukur kepada rahmat Tuhan dengan cara memberi sesaji untuk penghuni atau monyet-monyet di wisata Goa Kreo.
Baca juga: Mengenal Lebaran Mandura di Palu, Tradisi Unik untuk Mempererat Tali Persaudaraan
Dalam hal ini, warga setempat akan melakukan kirab dengan mengarak gunungan nasi kuning, buah-buahan atau hasil bumi, dan nasi kethek (monyet). Arak-arakan tersebut memanjang sekitar 800 meter menuju lokasi wisata Goa Kreo.
Ketua Pengelola Desa Wisata Kandri, Syaeful Ansori, mengatakan, biasanya tradisi Sesaji Rewanda dilakukan pada H+3 lebaran. Namun pada tahun ini, prosesi ritual ini dilakukan pada minggu kedua setelah lebaran.
"Untuk kirab budaya kita selenggarkan di hari Sabtu dan Minggu. Namun sudah ada serangkaian mahakarya sejak tadi malam," ucap Syaeful kepada KOMPAS.com, Sabtu (20/4/2024).
Lebih jelas Syaeful mengatakan, ada sejarah unik dibalik tradisi Sesaji Rewanda yakni kisah perjalanan Sunan Kalijaga mencari Saka Guru atau tiang utama untuk pembangunan Masjid Agung Demak.
Di tengah perjalanan, Sunan Kalijaga mengalami hambatan. Lalu datanglah para rewanda atau sekawanan kera untuk menggulirkan kayu jati besar dan dihanyutkan ke Sungai Kreo.
"Mulai dari Demak ke Jatingaleh. Lalu Jatibarang sampai di Sungai Kreo ini. Nah itu dibantu kera merah, putih dan kuning. Sehingga bisa dialihkan ke Masjid Agung Demak," tutur dia.
Saat hendak kembali ke Demak, para monyet ingin pergi mengikuti Sunan Kalijaga. Lantas, kanjeng sunan berpesan kepada kera dengan berkata "mangreho" yang berarti merawat atau menjaga wilayah ini.
"Karena mangreho agak sulit bagi orang Jawa, maka berubah jadi Kreo. Ya artinya merawat atau melestarikan wilayah ini. Karena wilayah ini nantinya akan jadi pusat kegaiatn ekonomi bagi masyarakat Kandri dan sekitarnya," ungkap Syaeful.
Disamping itu, Syaeful mengatakan, ada beberapa jenis gunungan dalam kirab budaya Sesaji Rewanda. Satu yang paling menarik yaitu gunungan sego kethek atau nasi kethek.
Dirinya menyebut, gunungan sego kethek berisi 600 hingga 1000 bungkus nasi. Bungkusan tersebut berisi nasi putih, oseng-oseng daun singkong dan pepaya, telur dadar, ebi kering atau ikan asin goreng, dan tahu bacem.
Baca juga: Tradisi Warga Brebes Usai Idul Fitri, Gadaikan Perhiasan Emas Setelah Dipakai Saat Lebaran
"Kenapa nasi kethek, karena kita masih mengutamakan budaya gotong royong. Kalau orang Jawa ketekan itu kalau kita bawa sesuatu digotong bareng-bareng, estafet," ungkap Syaeful.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disbudpar) Kota Semarang, Wing Wiyarso, mengatakan, tradisi Sesajen Rawenda dinilai sebagai salah satu ritual yang wajib dilestarikan.
Selain sebagai tanda syukur, menurut Wing, Sesajen Rawenda memiliki potensi besar untuk menguatkan kebudayaan di Kota Semarang.
"Rasa syukur ini merupakamn tradisi budaya warga Talun Kacang, Kandri Semarang. Yang merupakan salah satu kekuatan potensi alam flora fauna yang harus kita lestarikan sektor wisata, khususnya dalam mengangkat budaya. Kita juga diwajibkan untuk melestarikan, memanfaatkan dan membina. Sehingga kedepan menjadi satu kekuatan kita," pungkas Wing.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.