KOMPAS.com - Harga beras di pasar semakin tak berpihak kepada rakyat kecil. Kenaikan harga terasa sangat mencekik.
Meski demikian, ada pula yang tak terlalu merasakan dampaknya. Itu dialami Samadia.
Wanita yang merupakan petani ini pantang menyerah di tengah gempuran modernisasi.
Sosok 45 tahun tersebut masih menanam padi lokal Sumbawa. Ia menjaga kualitas pangan lokal yaitu padi merah di ladang.
Baca juga: Harga Beras Lokal di Pasar Bintoro Demak Berangsur Turun
Di tengah gempuran kebijakan yang tidak menguntungkan petani, ia bertahan dengan cara tradisional, menanam padi lokal.
Namun ada kendala yang harus dihadapi Samadia yang sudah puluhan tahun bercocok tanam dengan sistem organik. Sebab, masa panen padi lokal ini lebih lama.
“Jika menanam padi merah dengan sistem organik, kita tidak perlu gunakan pupuk kimia. Kita pakai pupuk organik dari sisa kotoran hewan yaitu kompos,” cerita Samadia Rabu (6/3/2024).
Ia meyakini benih asli Sumbawa yaitu padi merah bisa mengembalikan kejayaan petani seperti dulu.
Dari padi merah akan jadi beras merah yang lebih sehat dan rendah karbohidrat. Jadi lebih sehat ketimbang beras premium sekalipun.
"Padi merah adalah jejak leluhur nenek moyang kami dalam bercocok tanam. Proses bertani organik tanpa pestisida," kata Samadia.
Padi merah ditanam para perempuan petani di sawah dan ladang yang berada di Dusun Brang Pelat, Desa Pelat, Kecamatan Unter Iwes, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Menurutnya, setiap daerah memiliki tradisi dalam bertani. Begitu pula yang ada di Dusun Brang Pelat, Desa Pelat, melalui tradisi basiru.
Baca juga: Mengapa Beras Merah Dianggap Lebih Sehat dari Beras Putih?
Basiru adalah bentuk gotong royong atau saling membantu dalam masyarakat Sumbawa.
Para perempuan petani akan basiru atau bergotong royong untuk menanam padi. Tradisi ini sangat bermanfaat dalam meringankan biaya produksi karena pemilik sawah, ladang atau kebun tidak mengeluarkan uang untuk membayar jasa tetapi dengan tenaga.
"Ketika basiru itu kami akan saling membantu tanam padi. Jika hari ini di sawah saya, maka besok di sawah tetangga dan begitu seterusnya," sebut Samadia.