KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, penyalahgunaan bantuan sosial (bansos) dari sumber anggaran negara (APBN/APBD) termasuk kategori politik uang saat masa kampanye.
Penyalahgunaan itu seperti pembagian sembako kemudian disertai foto anggota legislatif yang mau maju lagi dan lain-lain.
“Bagi sembako gunakan fasilitas negara seperti aneka macam bansos bersumber dari APBN itu kategori politik uang di masa pemilu."
Baca juga: Dugaan Politik Uang, Ridwan Kamil Datangi Bawaslu Jabar
"Apalagi bagi-bagi uang seperti bantuan, barang dan lain-lain,” kata Khoirunnisa saat dikonfirmasi melalui telepon, Kamis (1/2/2024).
Menurutnya, politik uang menjadi persoalan yang tak pernah selesai setiap pesta demokrasi di Indonesia.
Praktik menyuap pilihan masyarakat menjadi masalah klasik setiap pemilihan Presiden/Wakil Presiden, DPD, DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota.
“Politik uang adalah hasil akumulasi yang terjadi dari pemilu sebelumnya,” sebutnya.
Hal ini sejalan dengan hasil riset Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2019 yang menyebut bahwa praktik politik uang sudah menjadi semacam budaya.
Begitu juga dengan kajian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 2019, yang menemukan bahwa 47,4 persen masyarakat membenarkan masih adanya praktik politik uang dalam Pemilu 2019, dan 46,7 persen masyarakat menganggap hal ini wajar.
Baca juga: Rakyat dan Bawaslu Diimbau Waspadai Politik Uang di 6 Hari Pasca-debat
Politik uang menjadi kewaspadaan dini dan memiliki potensi kerawanan tinggi sejak dimulainya kampanye pemilu serentak 2024 pada 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024.
Bahkan lebih permisif lagi saat masa tenang dan hari pemungutan suara pada 14 Februari.
“Beragam modus politik uang masih diwajarkan oleh pemilih pada pemilu 2024 sebagai dampak pandemi Covid-19,” ucap Khoirunnisa.
Saat pandemi masyarakat terbiasa menerima bantuan sosial dalam bentuk sembako maupun uang tunai.
Hal itu berdampak pada diwajarkannya politik transaksional berupa uang, sembako dan aneka bansos menjelang pemilu, baik sebelum maupun saat masa kampanye.
Menurutnya, besaran nominal politik uang tidak lagi dipilah pilih, berapa pun diterima (permisif). Rp 20.000 bahkan bisa saja diterima.
Baca juga: Warga Satu Kelurahan di Sumenep Tolak Politik Uang, Pasang Baliho di Gang Menuju Kelurahan