FLORES TIMUR, KOMPAS.com - Maria Peni Hayon (70), pengungsi korban erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki meninggal dunia saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Santu Gabriel Kewapante, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Petani asal Desa Nobo, Kecamatan Ilebura, Kabupaten Flores Timur meninggal pada Kamis (25/1/2024) pukul 23.45 Wita.
Baca juga: Aktivitas Gempa Guguran Gunung Lewotobi Cenderung Meningkat, Warga Harus Waspada Awan Panas
Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Flores Timur, Hironimus Lamawuran menerangkan, Maria mengungsi ke Konga, Kecamatan Titehena pada 2 Januari 2024.
Maria, kata Hironimus, memiliki riwayat penyakit sesak napas. Dia kemudian dijemput untuk menginap di rumah warga Konga pada 16 Januari 2024. Apalagi saat itu hujan angin.
Baca juga: Gunung Lewotobi Alami 14 Kali Gempa Guguran Selama 6 Jam
Pada 21 Januari 2024 sekitar pukul 14.15 Wita, Maria datang ke Pos Kesehatan Konga dengan keluhan sesak napas lebih kurang empat hari, batuk, pilek, nyeri ulu hati, dan nafsu makan menurun.
Sepuluh menit kemudian, pasien muntah berwarna hitam.
"Pukul 14.35 Wita pasang Infus RL 20 TPM. Pukul 14.40 Wita injeksi ranitidine 50 mg/IV dan ondan 4 mg/IV layani cambusit 1 tablet, layani pasang oksigen 3 LPM," beber Hironimus saat dihubungi, Sabtu (27/1/2024).
Baca juga: Gunung Lewotobi Alirkan Lava Pijar Sejauh 4 Km
Pukul 14.50 Wita pasien diantar ke instalasi gawat darurat (IGD) Boru. Kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Santu Gabriel Kewapante.
"Pada Kamis 5 Januari 2024 pukul 23.45 Wita pasien meninggal dunia," pungkas dia.
Maria Yana, menantu Maria Pene Hayon, mengatakan, ibu mertuanya rentan atau alergi terhadap cuaca dingin.
Namun ketika berada di lokasi pengungsian, kata Yana, Maria sempat hanya diberi satu lembar tikar tipis untuk digunakan alas tidur di lantai Kantor Desa Konga.
“Malam pertama mama sudah mulai mengeluh dada sesak karena tidur di lantai yang dingin akhirnya kami pindah ke tenda yang baru dibangun dan diberikan kasur spon dari Kemensos," ucap dia.
Yana mengaku sudah menyampaikan keluhan ibu mertuanya ke salah satu petugas yang saat itu mengenakan baju dengan tulisan BPBD. Namun tidak mendapat respons balik.
“Mungkin mereka juga lagi sibuk e pak, kita juga tidak tau dalam keadaan seperti itu semua orang pasti sibuk sekali,” tuturnya.
Dia melanjutkan, sakit yang dialami ibu mertuanya diperparah ketika tenda pengungsian yang mereka tinggal digenangi air hujan.
Yana mengatakan, mertuanya sudah diperiksa dan diberi obat oleh petugas medis, namun tak kunjung membaik. Dia kemudian dirujuk, dan akhirnya meninggal dunia.
Meski begitu, keluarga kata Yana, menerima kematian Maria dengan lapang dada.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.