SEMARANG, KOMPAS.com - Dalam perpolitikan Indonesia belakangan ini terlihat lawan politik mudah masuk kabinet atau bergabung dengan pemerintahan. Kondisi ini bisa berdampak pada absennya partai oposisi yang mengontrol dan mengkritisi pemerintahan.
Pengamat politik Universitas Diponegoro (Undip) Wahid Abdulrahman menyebut, situasi politik di Indonesia sangat dinamis. Sehingga sangat mudah kawan menjadi lawan, begitu pun sebaliknya.
"Menyehatkan atau tidak? Di satu sisi memang membuat demokrasi Indonesia itu dalam pandangan check and balances bisa jadi enggak maksimal. Apalagi kalau pemerintah bisa mengkonsolidasikan kekuasaan seperti saat ini," kata Wahid melalui sambungan telepon, Selasa (12/12/2023).
Pihaknya, menilai Presiden Joko Widodo sekarang bisa mengendalikan lebih dari mayoritas DPR. Imbasnya kontrol terhadap pemerintahan menjadi tidak maksimal.
"Lha ini yang kemudian berbahaya. Dan gejala ini tampaknya sudah terjadi sejak 2004, 2009. Apalagi 2014 kelihatan, 2019 sampai sekarang kelihatan lagi. Nampaknya juga nanti akan kejadian seperti ini lagi. Ini sisi negatifnya," bebernya.
Sementara sisi positifnya adalah stabilitas politik relatif terjaga. Sehingga program pemerintah bisa berjalan mulus dengan dukungan DPR.
Dia menilai kondisi ini terjadi karena hampir semua partai politik di Indonesia cenderung moderat. Sehingga nyaris tidak ada perbedaan antara satu partai dengan lainnya.
Kondisi tersebut berbeda dengan partai di Eropa dan Amerika yang spesifik yakni ada partai kanan dan kiri. Sehingga membentuk budaya politiknya yang ada.
"Ini yang kemudian menghasilkan situasi pada pemilu kemarin lawan menjadi kawan. Beberapa partai masuk kabinet. Ini yang menarik sekaligus menjadi catatan bagi pemilu di Indonesia," katanya.
Wahid mengkhawatirkan absennya oposisi akan terus berlanjut pada lima tahun ke depan. Bila kondisi ini terus terjadi maka kontrol hanya dilakukan oleh pihak di luar parlemen seperti NGO, akademisi, dan mahasiswa.
"Dan tampaknya ini akan mengejala sampai lima tahun ke depan. Kalau misalnya hari ini PKB, Nasdem, PKS, berbeda dengan partai yang mendukung Prabowo. Bisa saja nanti Prabowo menang, mereka masuk (kabinet) atau sebaliknya sama," lanjutnya.
Budaya politik dan sistem politik yang dinilai sangat dinamis ini kemudian membuat tidak ada lawan dan kawan yang abadi dalam perpolitikan di Indonesia.
"Kalau mengharapkan partai (menjadi oposisi) dengan kondisi sekarang, saya kira sulitlah untuk bisa beda dengan 2019 dan sebelumnya. Pasti siapa pun pemenangnya akan mengkonsolidasikan kekuasaan. Dan sangat mudah ya ternyata yang hari ini bersebrangan, berbeda kubu, nanti setelah pilpres bisa masuk menjadi bagian dari pemerintahan," bebernya.
Wahid menyayangkan sikap Partai Demokrat yang sempat santer mengkritik pemerintahan Jokowi, tapi akhirnya bergabung dalam Koalisi Indonesia Maju.
"Kemungkinan kalau menang itu Partai Demokrat masuk pemerintahan jelas. Bisa jadi juga nanti PDI-P yang di luar. Atau bisa jadi posisi Pak Jokowi masih ber-KTA PDI-P siapa tahu nanti masuk pemerintahan. Ini yang dinamis di Indonesia," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.