SEMARANG, KOMPAS.com - Polda Jawa Tengah telah menerima laporan praktik dugaan kekerasan di salah satu kampus pelayaran milik pemerintah di Kota Semarang.
Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes M Iqbal Alqudusy membenarkan bahwa Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah telah menerima laporan dugaan kekerasan tersebut.
"Kita menindaklanjuti setiap laporan yang masuk," jelasnya saat dikonfirmasi, Kamis (15/6/2023).
Baca juga: Taruna Pelayaran di Semarang Mengaku Dianiaya Senior, Ditendang dan Dipukul Puluhan Kali
Dia menjelaskan, untuk perkara dugaan kekerasan tersebut dari pihak pelapor telah mengajukan surat penundaan proses perkara ketiga dan mengajukan restorative justice.
"Untuk perkara ini dari pihak orangtua dari pelapor mengajukan surat penundaan proses perkara ketiga dan restorativ justice ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jateng tertanggal 8 Mei 2023 yang ditandatangani oleh orang tua-nya langsung," kata Iqbal.
Pendamping korban dari LBH Semarang, Iqnatius Radit membenarkan telah mengajukan surat penundaan dan restorative justice dengan beberapa syarat yang disepakati oleh pelapor dan terlapor.
"Harapan kita agar pelaku mau membantu mengungkap kebenaran peristiwa kekerasan di sekolah-sekolah kedinasan yang sudah mengakar kuat," ungkap Radit.
Dia menjelaskan, tujuan dari advokasi dugaan kekerasan tersebut agar ada perubahan sistem secara struktural. Menurutnya, penyelesaian secara pidana tidak menyelesaikan masalah.
"Bagi kita proses penyelesaian secara pidana tidak menjamin keberulangan peristiwa di masa depan," paparnya.
Untuk itu, pola advokasi kasus kekerasan yang dia tangani tidak berfokus pada ranah pidana namun lebih kepada perubahan sistem pendidikan di sekolah kedinasan milik pemerintah.
"Makanya kita tidak terlalu fokus ke pidana, tapi lebih menyasar ke pemerintah," imbuh dia.
Dia menjelaskan, korban saat ini sedang trauma karena belum genap satu tahun mengikuti pendidikan sudah menjadi korban kekerasan fisik sebanyak tiga kali.
"Pada 9 Oktober 2022 korban mengalami pemukulan di kepala dan tendangan di tulang kering oleh pembina dan pengasuh," jelasnya Radit saat dikonfirmasi.
Setelah itu, pada 23 Oktober 2022 korban kembali menjadi korban kekerasan berupa pemukulan kepala bagian belakang sebanyak 10 kali yang dilakukan oleh asisten aktivitas.
Baca juga: Mahasiswa Politeknik Caltex Tewas Tenggelam, Diperintah Seniornya Berendam di Sungai
"Pada Rabu 21 November 2022 korban kembali mendapatkan penganiyaan fisik. Dipukul 40 kali bagian perut, termasuk ulu hati," ujar diam.
Radit telah melaporkan kejadian tersebut ke beberapa lembaga seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Kita juga sudah lapor ke Polda Jawa Tengah," ujar dia.
Informasi yang dia dapatkan, di kampus pelat merah tersebut ada doktrin dimana taruna yang mendapatkan kekerasan fisik tidak boleh lapor dan dianggap banci jika hal itu terjadi.
"Ada doktrin bahwa kekerasan di sana untuk memupuk mental. Tidak boleh lapor-lapor. Kalau ada yang lapor, ada yang kena sanksi fisik, lalu dihujat dengan sebutan banci," ungkap Radit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.