GORONTALO, KOMPAS.com – Bagi para mahasiswa atau pekerja Gorontalo asal Kecamatan Pinogu, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, mudik ke kampung halaman adalah saat yang dinanti dan penuh debaran jantung.
Meskipun masih dalam wilayah satu provinsi, namun proses mudik untuk merayakan Idul Fitri di kampung halaman mereka bukanlah perjalanan yang nyaman dan menyenangkan seperti yang terlihat di saluran televisi.
Di jalur mudik ini tidak ada layanan apapun yang diterima oleh pengemudi maupun pemudik seperti pos layanan kesehatan, pos keamanan, pos informasi, atau lainnya. Di jalur ini hanya ada belantara hutan dengan kondisi jalur tradisional yang sangat sulit dilalui.
Baca juga: Cerita Arif, Pemudik Motor Tujuan Kediri yang Tak Sengaja Tinggalkan Istri di Brebes
Para pemudik ini akan dilayani oleh ojek motor khusus yang telah dimodifikasi, sangat tidak nyaman dinaiki dan tidak ergonomis.
Pasalnya, motor ini didesain khusus untuk menembus hutan belantara tanpa jalan, pijakan kaki penumpang dinaikkan dan lebih pendek untuk menghindari tersangkut kayu atau batu di hutan.
Roda gigi dan rantai juga diubah untuk menyesuaikan dengan percepatan, karena medannya hanya berupa tanjakan dan turunan sepanjang 41 km, kiri jurang kanan tebing.
Kecamatan Pinogu berada di dalam belantara hutan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, merupakan satu-satunya wilayah enclave yang dikeliling hutan. Di kecamatan ini terdapat Desa Bangio, Dataran Hijau, Pinogu, Pinogu Permai dan Tilonggibila.
Tidak ada jalan mulus menuju ke desa-desa di Kecamatan Pinogu, yang ada hanya jalur tradisional berupa jalan tanah yang lebarnya hanya pas untuk ban motor dengan tebing terjal dan jurang di kanan kiri.
“Tidak mudah mengangkut penumpang mudik ke Kecamatan Pinogu,” kata Wawan Thalib, seorang tukang ojek warga Pingu, Rabu (19/4/2023).
Baca juga: Cerita Sopir Bus AKAP Ikut Tes Urine: Alhamdulillah Negatif, kalau Positif, Tak Bisa Cek Kesehatan
Biaya ojek pergi–pulang dari Suwawa Timur ke Kecamatan Pinogu sebesar Rp 800.000 untuk rute sepanjang 41 km yang ditempuh dalam waktu 4 jam atau bahkan lebih saat musim hujan, biasanya perjalanan sepaket ini dilakukan oleh para penumpang.
Wawan Thalib menjelaskan, ada beberapa titik di sepanjang rute yang dilalui memiliki tantangan tersendiri, terjal dalam kemiringan yang curam.
Para tukang ojek khusus ini sudah mengetahui risiko yang dialami saat melakukan perjalanan, jika risiko ini berasal dari alam seperti bukit longsor yang menutup jalan atau hujan lebat yang membuat jalur becek hingga kedalaman tertentu sulit untuk diantisipasi.
Tidak jarang mereka harus bertahan di lokasi, termasuk risiko bermalam di hutan.
“Jika risiko dari motor seperti putus rantai atau lainnya, kami semua sudah membawa peralatan bengkel sendiri,” ujar Wawan Thalib.
Ia menyebutkan, untuk risiko ban bocor di tengah hutan, mereka menggunakan lem untuk menambalnya, setelah kering ban dipompa dan bisa melanjutkan perjalanan lagi.
Baca juga: Cerita Masinis Nur Iman, Diprotes Keluarga karena Selalu Bertugas pada Hari Lebaran