LOMBOK TENGAH, KOMPAS.com- Seorang perempuan muda di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) berinisial FS (19) tewas dibunuh oleh suaminya, MR (20), ibu mertuanya S (49), dan ipar SA (28).
Pembunuhan pada Selasa (3/1/2023) itu dilatarbelakangi kekesalan lantaran korban tak mau membuatkan kopi untuk sang suami sepulang dari hutan.
Baca juga: IRT yang Ditemukan Menggantung di Rumahnya Ternyata Dibunuh Suami, Mertua, dan Ipar
Menurut Kepala Dusun Pondok Komak, Lalu Muhammad Safri, pelaku dan korban menikah pada tahun 2021 silam atau menikah dini.
Saat itu usia MR masih sekitar 18 tahun dan FS 17 tahun.
"Keduanya menikah di bawah tangan tidak tercatat secara resmi di pengadilan," katanya, Kamis (5/1/2023).
Hal tersebut dibenarkan oleh ayah kandung pelaku, Ariah (55). FS dan pelaku MR sama-sama putus sekolah dan menikah dini.
"Ya mereka menikah dini, saya juga tidak setuju sebenarnya, tapi ya karena kenalan lewat handphone, baru kenalan sebentar dia bawa anak gadis orang pulang, ya harus kami nikahkan akhirnya," kata Ariah di Dusun Pondok Komak, Desa Lantan Kecamatan Batu Keliang Utara, Lombok Tengah, Kamis (5/1/2023).
Menurutnya setelah menikah, putranya bekerja mencari pakis di hutan bersama bapaknya.
Pakis itu selanjutnya dijual ke pasar oleh FS. Uang hasil berjualan pakis tersebut dikumpulkan sedikit demi sedikit.
Baca juga: Ini Alasan Suami, Mertua, dan Ipar Berkomplot Bunuh IRT di Lombok Tengah
"Menantu saya itu cerita kalau sudah banyak kumpulkan uang, katanya mau beli motor, agar bisa pulang ke rumah orangtuanya di Lombok Timur, itu rencana FS," ungkap Ariah.
Sehari hari FS memang selalu berada di rumah menunggu suaminya pulang dari hutan. FS juga tidak suka bergaul keluar rumah.
Lalu Safwan, guru IPS di Madrasah Tsanawiyah Desa Lantan mengungkapkan, korban FS dan pelaku MR adalah mantan siswa dan siswinya saat masih bersekolah.
Namun, keduanya telah putus sekolah.
Menurut dia, pernikahan dini kedua mantan siswanya tersebut sangat mempengaruhi peristiwa pembunuhan tersebut terjadi.
"Kedewasaan untuk menyikapi persoalan rumah tangga itu kan beda-beda. Apalagi sumber daya manusianya masih rendah, mereka masih anak-anak, masih labil dan tidak menjamin berpikir sehat," kata dia, Kamis.