KOMPAS.com - Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPA DEWA) melakukan konferensi pers via Zoom pada Kamis (10/2/2022) siang.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh beberpa perwakilan organisasi dari Amnesti Internasional hingga Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.
Saat acara, salah satu warga Wadas yang tak ingin disebutkan namanya menceritakan kejadian ketika ratusan polisi masuk ke desanya.
Ia mengaku dirinya dikejar oleh aparat keamanan hingga lari ke hutan.
Baca juga: Sejumlah Warga Wadas Masih Bertahan di Hutan: Kalau Aparat Lihat Bisa Dikejar
"Tadi malam, Brimob dan Polisi masih seperti kemarin dan masih bermalam di hutan hingga siang ini. Lalu saya dikejar-kejar sampai malam dan sampai sekarang masih ada yang di alas (hutan)," ucap dia.
Selain dirinya, ia bercerita ada beberapa warga lain yang juga dikejar. Sama seperti dirinya, warga tersebut belum berani keluar dari hutan.
"Untuk saat ini kita belum berani turun, ada yang sebagian keluar dari Wadas karena takut dan sekarang tidak bisa makan," kata dia saat zoom.
Baca juga: LBH Yogyakarta Tegaskan Warga di Wadas yang Ditangkap Mendapat Kekerasan
"Ada preman membawa anjing sampai ke hutan untuk mengejar para warga yang berada di hutan," tuturnya.
Ia mengatakan anjing pelacak ditempatkan dalam truk yang berbeda.
"Siang hari ini, ditambah (aparat) 10 truk polisi, memakai senjata lengkap lalu ada satu truk anjing pelacak dan mau dilepas ke hutan untuk melacak warga yang masih disana," jelasnya.
"Ada juga mobil pribadi sekitar 20 unit masuk ke Desa Wadas dan rombongan motor preman banyak sekali," imbuhnya.
Ia juga menyebut warga dipaksa mengumpulkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dan dikumpulkan sebagai pernyataan setuju dengan pembangunan Bendungan Bener.
"Semalam ada rombongan mengendarai motor dan memakai toa (pengeras suara) dan koar-koar ke warga untuk mengumpulkan SPPT ke rumah warga yang pro," ujar dia.
Baca juga: Alasan Warga Wadas Tak Hadir dalam Mediasi Komnas HAM