NUNUKAN, KOMPAS.com - Perselisihan antar Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di pelabuhan Tunon Taka Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara, menjadi persoalan berkepanjangan.
Ada 3 Koperasi yang memiliki buruh bongkar muat batu bara, masing masing Koperasi TKBM Tunon Taka, Koperasi Persada dan Koperasi Maju Sentosa.
Masing masing pihak saling merasa benar dan telah sesuai dengan aturan dalam melakukan aktivitas bongkar muat. Kecuali Koperasi Persada yang sudah tidak lagi melakukan kegiatan.
Koperasi TKBM Tunon Taka berpegang pada SKB 2 Dirjen 1 Deputi tahun 2011 tentang pembinaan dan penataan koperasi TKBM di pelabuhan.
Sementara Koperasi Maju Sentosa, berpegang pada Permenhub No.152 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang dari dan ke Kapal.
Baca juga: Tak Dilibatkan Dalam Bongkar Muat Kapal Tol Laut, TKBM Dermaga Sei Nyamuk Protes
TKBM Tunon Taka akhirnya membawa kasus ini ke Jakarta dan melaporkannya ke Presiden RI Joko Widodo, melalui surat Nomor: 57/KTBM-NNK/IV/2021 tentang Permohonan Mediasi dan Penyampaian Aspirasi Buruh TKBM Kabupaten Nunukan Dalam Permasalahan Bongkar Muat.
‘’KSOP Nunukan dihubungi Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet untuk menyelesaikan permasalahan ini secara damai," ujar Kepala Kantor Syahbandar dan Otorita Pelabuhan (KSOP) Nunukan Faisal Rahman kepada Kompas.com, Sabtu (12/06/2021).
"Ada juga perintah kami terima dari Kementerian Perhubungan menindaklanjuti instruksi Presiden, untuk menyelesaikan tigalisme TKBM."
Persoalan rebutan jatah tenaga bongkar muat batu bara memang sudah terjadi sejak awal 2021.
Puncaknya terjadi pada Sabtu (12/06/2021) saat puluhan buruh TKBM Tunon Taka mendatangi kantor KSOP Nunukan.
Para buruh dan mandor berdemo, mereka mendesak KSOP untuk segera mengambil sikap dengan memediasi permasalahan yang terjadi.
Baca juga: Upah Belum Dibayar, Puluhan TKBM Blokade Ruas Jalan Timika-Mapurujaya
Pada mediasi tersebut, ada dua opsi yang ditawarkan. Opsi pertama adalah melebur menjadi satu dengan berbagi pekerjaan dan buruh. Opsi kedua adalah dikembalikan ke pusat untuk lelang.
Sayangnya, meski mediasi dilakukan selama setengah hari, tidak ada solusi yang disepakati.
Masing masing ingin memegang kendali penuh atas aktivitas buruhnya, sehingga permasalahan ini akan kembali diserahkan ke Pusat.
"Sudah kami warning kedua belah pihak agar menyingkirkan ego dan mencari jalan terbaik dengan melebur menjadi satu dan berbagi jatah kerja dan buruh. Sayangnya, keduanya tidak sepakat dan mediasi tidak menghasilkan solusi," imbuhnya.
Faisal cukup menyayangkan nihilnya solusi pada mediasi yang dilakukan. Karena hal itu berpotensi pada pilihan lelang bongkar muat yang tentu akan berdampak terciptanya banyak pengangguran di Nunukan dan berpotensi kerusuhan lebih luas.
"Kami berharap kasus ini tidak membuat pengusaha menarik diri dengan tidak mau membongkar muatan batu bara di Nunukan. Pengusaha tentu tak mau rugi dan disibukkan dengan kasus begini. Ini juga pernah terjadi di Samboja, sebanyak 850 buruh menganggur gara-gara kasus begini," sesalnya.