Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

”Hayu Urang Ameng ka Taman!”

Kompas.com - 30/03/2014, 11:08 WIB


KOMPAS.com - Hujan baru usai membasahi Taman Musik Centrum, Bandung, Jawa Barat. Ratusan warga, kebanyakan anak muda, pun langsung memadati taman, mengitari panggung di tengah taman. Dari panggung itulah suguhan musik akan mulai disajikan untuk melepas penat warga Bandung di pengujung pekan, Sabtu (1/3).

Grup musik asal Bandung pun bergantian menghibur ratusan penonton, beberapa di antaranya sudah tenar, seperti Java Jive dan Pure Saturday. Ada pula hiburan angklung dari Saung Angklung Udjo. Hingga larut malam, ratusan penonton menikmati hiburan gratis itu.

”Baru kali ini saya main di taman, betah lagi lama-lama di taman. Soalnya ini taman musik, lalu ada lagi pentas musik, dan saya suka musik,” ujar Rio Dandi (19), salah satu warga.

Menurut rencana, setiap akhir pekan hiburan serupa akan digelar. Taman itu difokuskan menjadi tempat berkumpul dan berkreasi anak-anak musik Bandung. ”Banyak musisi terkenal berasal dari Bandung. Dengan adanya taman khusus musik ini, bisa mendorong lebih banyak musisi lahir di Bandung,” kata Depay, Manajer Band Hoolahoop, salah satu band dari Bandung yang pentas.

Taman Centrum di Jalan Belitung, Bandung, telah berubah menjadi Taman Musik Centrum. Di taman seluas 4.200 meter persegi itu terdapat amphitheater dengan panggung di tengah taman. Taman dihiasi berbagai macam patung bertema musik, seperti patung orang bermain saksofon dan gitar. Ada pula gitar raksasa setinggi 9 meter dari besi.

Taman Musik Centrum merupakan satu dari banyak taman di Bandung yang direvitalisasi di bawah kepemimpinan Wali Kota Ridwan Kamil dan Wakil Wali Kota Oded Muhammad Danial sejak keduanya dilantik pada 16 September 2013.

Selain Taman Musik Centrum, ada pula Taman Pasupati di bawah Jalan Layang Pasupati (Pasteur-Surapati). Ruang yang sebelumnya kosong dan kusam itu diubah menjadi tempat yang nyaman bagi warga.

Di area itu kini terdapat balok warna-warni dengan beragam ukuran yang tersebar di atas paving. Karena posisi balok berdiri sendiri-sendiri, muncul sebutan jomblo (sebutan untuk orang yang masih lajang) sehingga taman itu pun kemudian disebut Taman Jomblo.

Taman di Jalan Cilaki, dekat Gedung Sate, pun disulap menjadi taman berisi lebih dari 100.000 spesies tanaman. Saking banyaknya tanaman/bunga, taman diberi nama Taman Pustaka Bunga.

Ada pula taman di Jalan Taman Cempaka yang diubah menjadi taman fotografi. Taman difokuskan menjadi tempat nongkrong para fotografer. Di taman itu pun berdiri bangunan berbentuk huruf C, singkatan dari kata camera.

Sama seperti Taman Musik Centrum, taman-taman itu menjadi ruang publik sesungguhnya, menjadi rujukan bagi warga untuk melakukan kegiatan sosial, rekreasi, dan berkreasi. Selain kenyamanan, fasilitas Wi-Fi gratis pun tersedia.

Merevitalisasi taman merupakan bagian dari obsesi Ridwan Kamil untuk meningkatkan indeks kebahagiaan warga Bandung. Menurut dia, ukuran kemajuan kota tidak semata dilihat dari tingkat ekonomi, tetapi dari seberapa bahagia penduduknya.

Dalam hal ini, pemerintah tidak bekerja sendiri. ”Swasta dan komunitas diajak terlibat dan mereka sukarela memberikan kontribusi,” kata Kepala Dinas Pemakaman dan Pertamanan Kota Bandung Arif Prasetya.

Konsep kerja sama dengan banyak pihak itu pula yang akan diterapkan dalam merevitalisasi lebih kurang 600 taman lainnya.

Mencipta taman di Bandung sebagai ruang publik sudah diawali Belanda, pada awal abad ke-20. Saat itu banyak taman dibangun untuk mewujudkan Bandung sebagai kota taman atau tuinstad, seperti Taman Maluku dan Taman Ganeca.

Oleh Belanda, taman tidak hanya berfungsi sebagai paru-paru kota atau sekadar mempercantik kota, tetapi juga tempat rekreasi, belajar, dan beraktivitas sosial warga. Kini, meski puluhan tahun berlalu sejak Belanda membuat taman, keberadaan taman masih sangat penting bagi publik Bandung.

”Bagaimanapun kehidupan perkotaan berkembang pesat, masih ada kebutuhan warga untuk berinteraksi, bersosial. Ini bisa diwujudkan di ruang publik seperti taman,” kata Ketua Lembaga Budaya Sunda Universitas Padjadjaran, Bandung, Hade Setiawan.

Jadi, hayu urang ameng ka taman (ayo kita main ke taman). (A Ponco Anggoro)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com