KOMPAS.com - Tugu Perdamaian Sampit terletak di pusat Kota Sampit, ibu kota Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.
Tepatnya, Tugu Perdamaian Sampit berada di tengah Bundaran Balanga atau Bundaran Pantar di Jalan Soedirman Km 3,2 Trans Kalimantan arah Sampit-Pangkalanbun.
Tugu Perdamaian Sampit menjadi ikon wisata di Kota Sampit.
Tugu Perdamaian Sampit dibangun untuk memperingati perjanjian damai antara suku Dayak dan Madura, pihak yang terlibat dalam Konflik Sampit.
Pada awalnya Tugu Perdamaian Sampit disimbolkan dengan monumen kayu dan ukiran khas Dayak.
Saat ini, tugu tersebut telah diperindah dengan monumen beton tanpa merobohkan monumen kayu, yang telah ada sebelumnya.
Tugu berupa kubah besar dengan membiarkan tiang pantar tetap berdiri kokoh.
Bangunan dikelilingi anak tangga dan ruang terbuka hijau, sehingga suasana sangat asri.
Pada bagian bawah tugu terdapat ruangan yang kerap digunakan sebagai penyelenggaraan kegiatan pameran dan kegiatan lainnya.
Baca juga: Konflik Sampit: Latar Belakang, Konflik, dan Penyelesaian
Bundaran Balanga sebagai lokasi Tugu Perdamaian Sampit menjadi obyek wisata yang sering dikunjungi masyarakat untuk berfoto-foto maupun santai. Banyak penjual makanan disekitarnya.
Lokasi Tugu Perdamaian Sampit berdekatan dengan Islamic Center dan Masjid Agung Wahyu Al Hadi, sehingga kawasan tersebut menjadi tujuan wisata kota yang lengkap.
Konflik Sampit adalah konflik antaretnis yang terjadi di Sampit pada awal Februari 2001.
Koflik tersebut terjadi antara suku Dayak asli dan warga migran Madura.
Awalnya, konflik terjadi di Kota Sampit, Kalimantan Tengah. Kemudian, konflik menyebar ke seluruh provinsi, termasuk ibu kota Palangkaraya.
Konflik Sampit diawali dengan perselisihan antara dua etnis tersebut sejak akhir tahun 2000.
Penduduk Madura pertama kali tiba di Kalimantan Tengah pada tahun 1930, di bawah program transmigrasi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Sampai tahun 2000, transmigran yang berasal dari Madura tersebut telah membentuk 21 persen populasi di Kalimantan Tengah.
Suku Dayak mulai merasa tidak puas dengan adanya persaingan yang terus datang dari Madura.
Terlebih hukum baru juga telah memungkinkan masyarakat Madura mendapatkan kontrol terhadap industri komersial di provinsi tersebut, seperti penambangan, perkebunan, dan perkayuan.
Baca juga: Tragedi Sampit: Konflik Berdarah antara Suku Dayak dan Madura
Kondisi tersebut memicu permasalahan ekonomi hingga menjalar terjadinya kerusuhan antara keduanya.
Insiden kerusuhan terjadi pada tahun 2001.
Kericuhan berawal saat terjadi serangan pembakaran di sebuah rumah Dayak.
Berdasarkan rumor, masyarakat Madura yang menjadi pelaku pembakaran rumah Dayak itu.
Tak berapa lama, masyarakat Dayak mulai membalas dengan membakar rumah-rumah orang Madura.
Dilansir dari Kompas.com (30/7/2021), Professor Uskop dari Asosiasi Masyarakat Dayak mengklaim bahwa pembantaian oleh suku Dayak dilakukan untuk mempertahankan diri setelah beberapa warga Dayak diserang.
Kondisi kericuhan antara suku Dayak dengan Madura makin diperparah dengan kebiasaan dan nilai-nilai berbeda yang dimiliki keduanya.
Seperti adat orang Madura yang membawa parang atau celurit ke mana pun, hal tersebut membuat orang Dayak berpikir bahwa tamunya ini siap untuk berkelahi.
Pada tanggal 18 Februari 2001 suku Dayak berhasil menguasai Sampit.
Dalam konflik tersebut sedikitnya 100 masyarakat Madura dipenggal kepalanya oleh suku Dayak.
Konflik Sampit mulai mereda setelah pemerintah meningkatkan keamanan,mengevakuasi masyarakat, dan menangkap provokator.
Perjanjian damai kemudian dibuat antara suku Dayak dan Madura untuk mengakhiri Konflik Sampit.
Sumber:
www.kompas.com (Penulis: Verelladevanka Adryamarthanino | Editor: Nibras Nada Nailufar)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.