Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengatakan, pencairan santunan bisa dilakukan setelah ada proses verifikasi dokumen.
"Misalnya, surat kematian atau surat keterangan dokter atau surat rawat inap," kata Hasyim.
Bila ingin ada perubahan untuk pemilu ke depan, perlu ada evaluasi menyeluruh dan perubahan model pemilu di Indonesia, kata Khoirunnisa Nur Agustyati dari Perludem.
"Kalau mau ada perubahan, harus direformasi total," kata Khoirunnisa.
"Nggak bisa lagi pemilu dengan model lima kotak suara seperti ini. Nggak sehat."
Undang-Undang No. 7/2017 mengatur pelaksanaan pemilu setiap lima tahun sekali secara serentak, yang meliputi pemilihan presiden dan wakil presiden, serta anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Pada 2021, empat petugas pemilu dari Yogyakarta dan Jawa Barat mengajukan permohonan uji materi UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi.
Baca juga: Penyebab Anggota KPPS di Bandung Barat Meninggal, Kelelahan Picu Serangan Jantung
Mereka meminta ketentuan soal pemilu serentak dengan lima kotak suara sekaligus dibatalkan, apalagi mempertimbangkan banyaknya korban jiwa pada pemilu 2019.
Salah satu solusi yang ditawarkan adalah memisahkan pemilu legislatif daerah untuk memilih anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dengan pemilu nasional untuk memilih presiden dan wakil presiden serta anggota DPR dan DPD.
Namun, Mahkamah Konstitusi menolak seluruh permohonan tersebut.
Argumen soal beban kerja tinggi para petugas pemilu di lapangan disebut terkait dengan manajemen pemilu yang menjadi tanggung jawab penyelenggara.
Karena itulah, pemilu presiden dan legislatif tetap berlangsung serentak pada 2024.
"Karena sistem pemilihan kita yang kompleks dan rumit, menurut saya harusnya dipisahkan, pemilu yang nasional ya nasional, yang lokal ya lokal. Itu akan lebih memudahkan," kata Neni Nur Hayati dari DEEP Indonesia.
Baca juga: Ketua KPPS Cileunyi Bandung Meninggal Usai Penghitungan Suara
Akhirnya, saat masuk ke bilik TPS, pemilih bingung menghadapi banyaknya pilihan caleg dan cenderung memilih selebriti yang wajahnya dirasa familier.
"Padahal, sebetulnya secara kapasitas, secara politik gagasan, mereka [caleg artis] sama sekali kurang. Ini yang sebenarnya sangat disayangkan," kata Neni.
"Karena masyarakat bingung, ya sudah akhirnya masyarakat coblos saja yang mereka tahu, yang mereka kenal."
Maka, Khoirunnisa dan Neni sama-sama mendorong revisi UU No. 7/2017 tentang pemilu. Menurut mereka, ini harus dilakukan segera, mumpung masih ada lima tahun sebelum pemilu selanjutnya pada 2029.
Baca juga: Anggota KPPS di Kampar Meninggal Dunia Usai Bertugas
Apalagi, pembahasan revisi UU bisa berlangsung tahunan, kata Khoirunnisa.
Sementara itu, untuk pemilu selanjutnya, anggota KPU Idham Holik berharap setidaknya proses penghitungan suara di TPS dapat dibagi ke dua panel berbeda sehingga prosesnya bisa lebih cepat.
Dengan begitu, bakal ada anggota KPPS di satu panel yang menghitung perolehan suara calon presiden dan wakil presiden serta anggota DPD, serta anggota di panel lain yang menjumlah suara calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Namun, Khoirunnisa menilai ide ini sulit diterapkan. Apalagi, hanya ada satu pengawas dan saksi partai politik yang bertugas di tiap TPS, sehingga sulit untuk mengawasi proses penghitungan di dua panel berbeda.
"Jadi ya memang desain keserantakannya yang menurut saya perlu diubah untuk bisa meminimalisir petugas kelelahan itu," tegasnya.
Wartawan di Aceh, Rudi Hermawan, berkontribusi untuk liputan ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.