KOMPAS.com - Angka kematian petugas Pemilu 2024 telah mencapai setidaknya 71 orang, sementara lebih dari 4.500 lainnya tercatat sakit, berdasarkan data yang dikumpulkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ini seperti mengulang apa yang terjadi saat pemilu 2019, meski sejumlah langkah pencegahan telah diambil.
Para pakar menyerukan agar evaluasi menyeluruh dilakukan, sembari menyerukan pemisahan antara pemilu di tingkat nasional dan lokal.
Pekan lalu, yang merupakan pekan pelaksanaan pemilu, tak hanya disesaki kisah kemenangan dan kekalahan para kandidat yang terlibat, tapi juga
Baca juga: Kelelahan, 1 Petugas Panwas di Kediri Meninggal dan 4 Anggota KPPS Tumbang
Ada petugas yang meninggal di Jakarta Pusat karena kecelakaan saat mengantarkan logistik pemilu. Diduga karena kelelahan, ada yang keguguran di Pati, terkena stroke di Solo dan Bali, pun meninggal karena gagal jantung di Malang.
"Berdasarkan monitoring kami, terhadap status atau situasi teman-teman kami, sahabat-sahabat kami para penyelenggara pemilu badan ad hoc terutama pada peak season yang bebannya berat pada tanggal 14 Februari sampai 18 Februari 2024 pukul 23.58. Dalam catatan kami yang meninggal ada 71 orang," ujar Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat, Hasyim Asy'ari, saat konferensi pers di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin (19/2/2024).
Dia merinci dari 71 orang yang meninggal itu, ada satu orang yang merupakan anggota panitia pemilihan kecamatan (PPK).
Kemudian, anggota panitia pemungutan suara (PPS) di tingkat desa/kelurahan sekitar empat orang.
Anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di tingkat TPS sebanyak 42 orang. Lalu, anggota Satuan Perlindungan Masyarakat (Linmas) yang meninggal sekitar 24 orang saat menjaga keamanan kegiatan pemungutan dan penghitungan suara.
Baca juga: 84 Petugas Pemilu 2024 Meninggal Dunia, Paling Banyak di Jawa Barat
Sementara itu, yang sakit mencapai 4.567 orang dengan rincian pada tingkat kecamatan atau anggota PPK 136 orang, di tingkat PPS 696 orang, dan KPPS ada 3.371 orang. "Untuk Linmas yang sakit ada 364 orang," ucapnya.
Data Kementerian Kesehatan hingga 17 Februari, pukul 18.00 WIB, mencatat ada 57 petugas pemilu yang telah wafat di sejumlah provinsi berbeda.
Ini mencakup anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Panitia Pemungutan Suara (PPS), petugas perlindungan masyarakat (Linmas), saksi dan pengawas tempat pemungutan suara (TPS).
BBC menggabungkan data itu dengan angka dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat dan daerah, dinas kesehatan berbagai wilayah, serta laporan dari sejumlah media lokal dan nasional per 19 Februari, dan menemukan bahwa angka kematian petugas pemilu telah menyentuh setidaknya 100 orang. Sementara itu, ada 7.163 petugas yang tercatat sakit.
Baca juga: Warga Kenang Yayan, Petugas KPPS di Kuningan yang Meninggal Kelelahan, Relawan Sosial Tanpa Pamrih
Ini mencakup anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Panitia Pemungutan Suara (PPS), petugas perlindungan masyarakat (Linmas), saksi dan pengawas tempat pemungutan suara (TPS).
Angka ini muncul hanya empat hari setelah pemungutan suara pada 14 Februari.
Sebagai perbandingan, sebulan setelah pemilu serentak pada April 2019, Kementerian Kesehatan merilis data yang menunjukkan ada 527 petugas pemilu yang meninggal dan 11.239 yang jatuh sakit.
Ini berbeda dengan data versi KPU per Oktober 2019, yang mencatat 894 petugas meninggal dan 5.175 lainnya sakit.
"Ini kan jadinya berulang ya," kata Neni Nur Hayati, direktur eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia.
"Ketika ada solusi juga ternyata tidak secara signifikan itu bisa menyelesaikan masalah."
Ini termasuk menetapkan batas usia baru yang berkisar 17-55 tahun bagi petugas KPPS dan mewajibkan calon petugas menyerahkan surat keterangan sehat, yang menunjukkan mereka tidak memiliki penyakit bawaan.
Akhirnya, banyak anak muda yang didorong maju untuk menjadi petugas pemilu 2024. Karena belum banyak pengalaman, ditambah dengan bimbingan teknis dari KPU yang tak memadai, para petugas muda ini kerap kebingungan dan kesulitan menjalankan tugas dengan baik di hari pemungutan suara, kata Neni Nur Hayati dari DEEP Indonesia.
Karena itu, tambahnya, waktu kerja para petugas KPPS jadi molor, bahkan banyak yang baru selesai menghitung suara pada dini hari.
Baca juga: Saat Komisioner KPU Balangan Patungan Bayari Honor KPPS yang Dibawa Kabur Bendahara PPS...
"Teknisnya rumit di lapangan," kata Neni. "KPPS juga tidak dibekali pengetahuan kepemiluan yang mumpuni."
Untuk menghadapi pemilu 2024, tujuh anggota KPPS wajib mengikuti bimbingan teknis atau bimtek. Menurut Neni, ini sudah lebih baik dibanding 2019, saat hanya ketua dan satu anggota KPPS yang mesti menjalani pembekalan.