MATARAM, KOMPAS.com - PT Indonesia Lombok Resort (ILT) selaku pengembang pembangunan kereta gantung Rinjani berjanji akan menjaga hutan dalam proses pembangunan kereta yang dimulai pada 2023 ini.
Production Manager ILT Ahui mengakui, dalam pembangunan kereta gantung nantinya akan ada sejumlah pohon yang akan ditebang, namun pohon tersebut bakal digantikan dengan yang baru.
"Akan ada penanaman 1.000 pohon per tahun jadi kita harus berpartisipasi untuk reboisasi hutan," kata Ahui, Senin (2/1/2023)
Ahui mengungkapkan pihaknya akan semaksimal mungkin menghindari penebangan pohon di kawasan hutan seperti yang tertera di rencana Detail Engineering Design (DED) atau detail gambaran kerja.
Baca juga: Kereta Gantung Rinjani Akan Dibangun di Lahan Hutan Seluas 500 Hektar
"Dalam DED kita untuk menuju ke hotel kan harus ada jalan setapak sekitar 1,5 meter itu jalan maksimalkan tidak menebang pohon, itu akan berliku. Kalaupun ada pengembangan pohon itu kita akan tanam kembali," kata Ahui.
Lebih jauh Ahui mengeklaim, analisis dampak lingkungan (Amdal) terkait proyek ini masih dalam proses.
Sebelumnya Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Provinsi Nusa Tenggara Barat menyoroti rencana proses pembangunan kereta gantung.
Direktur Utama Wahana NTB Amri Nuryadin mengungkapkan, ground breaking pembangunan kereta gantung yang menelan anggaran Rp 2,2 triliun itu diduga mengabaikan regulasi, seperti kajian Amdal.
"Kita tolak ground breaking-nya, karena tidak sesuai proses perizinan yang berlaku, baik dari tingkat daerah maupun nasional," kata Amri, Selasa (20/12/2022).
Menurutnya, ada beberapa proses wajib perizinan yang seharusnya dilakukan oleh investor.
"Kita tahu tentang adanya peraturan menteri wajib Amdal, kita tahu tentang adanya peraturan kehutanan, dan ada beberapa aturan daerah soal kebencanaan," kata Amri.
Amri menjelaskan bahwa dalam proses pembentukan Amdal, pihak investor harus melibatkan warga terdampak hingga pegiat hutan TNGR. Namun hingga saat ini, dia menilai, belum ada Amdal yang dipublikasikan.
"Memang kami tidak menolak kereta gantung. Tapi kita punya namanya penyelenggaraan kehutanan. Di sana sudah jelas ada DED yang harus dilihat, FS dan analisis mengenai Amdal," kata Amri.
Amri mengatakan, UU Cipta Kerja (Omnibus Law) tidak dapat sepenuhnya dapat dijadikan landasan pembangunan kereta gantung Rinjani, mengingat Undang-Undang tersebut masih dalam tahap percobaan selama dua tahun.
"UU Cipta Kerja ini belum bisa dijadikan landasan utama, ada Undang-Undang PPLH tahun 2009 yang sebagai lex spesialis," kata Amri.
Menurut Amri, dalam maklumat Walhi tentang pemulihan hutan, seyogyanya pembangunan kereta gantung Rinjani mematuhi aturan dalam proses perizinan dan perlindungan hutan kawasan.
"Jelas ada sanksi administratif kalau kita berpatokan ke UU PPLH. Karena nanti kan itu kereta gantung akan mengubah bentangan alam mengubah fungsi hutan di dekat kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani," kata Amri.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.